Temu Kader Posyandu Tahun 2009

29 May 2009

Hari ini, Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono didampingi Menkes Siti Fadilah Supari membuka acara Temu Kader Menuju Pemantapan Posyandu Tahun 2009 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Pertemuan ini diikuti 900 kader Posyandu dan Tim Penggerak PKK dari 33 Provinsi dan 440 Kabupaten/ Kota. Mereka akan menerima pembekalan dan pendalaman selama 3 hari (28 – 30 Mei) mengenai materi-materi yang berkaitan dengan tema “Kader Posyandu Mewujudkan Keluarga Sehat”.


Dalam laporannya Menkes Siti Fadilah menyampaikan, pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja Posyandu dan keterampilan teknis kader dalam memberdayakan keluarga. Diharapkan, keluarga akan mampu memelihara kesehatan ibu dan anak termasuk imunisasi, keluarga berencana, penanganan diare, keluarga sadar gizi, serta perilaku hidup bersih dan sehat.
Sehingga, melalui temu kader tingkat nasional ini lebih memantapkan jejaring dalam pembinaan kader oleh Tim Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota, jelas Menkes.

Selain kader Posyandu dan Tim Penggerak PKK, acara ini juga dihadiri Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu Pusat yang berasal dari departemen teknis pembina Posyandu. Hadir pula Mendagri Mardiyanto selaku Ketua Dewan Penyantun Posyandu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo beserta istri, Ketua Umum Tim Penggerak PKK Effi Mardiyanto, serta pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Dalam Negeri.

Menurut Menkes, berbagai upaya terobosan dan program prioritas yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin, penanggulangan penyakit menular dan prevalensi gizi kurang, telah memperlihatkan hasil yang cukup bermakna.

“Keberhasilan program pembangunan kesehatan dapat dilihat dari turunnya angka kematian ibu (AKI) dari 307 tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007, turunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 pada tahun 2004 menjadi 26,9 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Serta turunnya prevalensi gizi kurang dari 23,2% pada tahun 2003 menjadi 18,4% tahun 2007”, papar Menkes.

Sejak diperkenalkan tahun 1980-an, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) diakui memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan dan gizi. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat. Sasaran utamanya adalah mempercepat upaya penurunan AKI dan AKB dengan prioritas pelayanan terdiri dari pelayanan KIA, Gizi, KB, Imunisasi dan penanggulangan diare.

Posyandu juga merupakan tempat pelayanan kesehatan dasar lain seperti tempat pemberian kapsul vitamin A, tablet besi, tempat pelayanan imunisasi dasar, dan lainnya. Di beberapa daerah, Posyandu bahkan telah diintegrasikan dengan pelayanan lain seperti pelayanan tumbuh kembang anak.

Posyandu terus berkembang pesat, baik jumlah maupun kualitasnya. Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 267 ribu Posyandu tersebar di lebih dari 70 ribu desa di seluruh Indonesia.

Kinerja Posyandu sempat mengalami penurunan pada awal 2000-an sebagai akibat krisis multi-dimensi yang berkepanjangan. Hal ini diketahui dari adanya laporan gizi buruk dari berbagai wilayah tanah air. Penurunan dirasakan menyusul kurangnya keterampilan kader, tidak adanya dukungan operasional Posyandu, sarana dan prasarana yang tidak cukup serta lemahnya pembinaan.

Menyadari peran strategis Posyandu, tahun 2005 dilakukan revitalisasi secara nyata meliputi penyediaan biaya operasional Posyandu, latihan ulang kader, penyediaan sarana pendukung dan pembinaan. Secara lintas sektor juga dilaksanakan pemantapan Pokjanal Posyandu dan Jambore Kader yang rutin diadakan setiap tahun.

“Revitalisasi Posyandu dan pembentukan Desa Siaga telah berhasil meningkatkan jumlah Posyandu dari 232.000 menjadi 267.000. Begitu pula dengan jumlah Balita ditimbang di Posyandu meningkat dari 43% menjadi 74,5%, tambah Menkes.

Keberhasilan Posyandu sangat ditentukan oleh kinerja kader yang juga merupakan kader PKK serta pembinaan yang dilakukan oleh TP PKK khususnya TP PKK Kabupaten/Kota.

Dalam acara Temu Kader Menuju Pemantapan Posyandu Tahun 2009, para kader akan mendapatkan pembekalan dari Menteri Kesehatan dan pendalaman materi oleh tim dengan topik Inisiasi Menyui Dini (IMD) dan ASI Eksklusif, Pemantauan Pertumbuhan termasuk mengisi KMS, serta Pembinaan PHBS, dan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Tangga. Dalam kesempatan ini, para kader juga berkesempatan melakukan dialog dengan Ibu Negara H. Ani Bambang Yudhoyono.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Resolusi World Health Assembly Ke-62 Sepakat Lanjutkan Bahas Virus Sharing

28 May 2009

Perjuangan Indonesia pada World Health Assembly (WHA) ke-62 di Jenewa pada tanggal 18-22 Mei 2009 yang lalu memperoleh kemajuan yang signifikan karena membawa dunia semakin dekat pada mekanisme baru virus sharing yang adil, transparan dan setara serta mengintegrasikan benefit sharing dengan dilahirkannya resolusi untuk menfinalisasi “Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza : Berbagi Virus dan Akses Terhadap Vaksin dan Manfaat Lainnya”. Demikian disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada jumpa pers tentang hasil Sidang WHA ke-62 di Ruang Leimena Departemen Kesehatan, Jakarta tanggal 25 Mei 2009.


Resolusi yang dipelopori Indonesia ini mendapat dukungan luas dari negara-negara berkembang seperti Argentina, Bangladesh, Bhutan, Brazil, Cili, Kuba – mewakili negara anggota Gerakan Non-Blok, Ghana – mewakili daerah Afrika, Guatemala, India, Iran, Maldives, Myanmar, Nigeria, Sri Lanka, Timor Leste dan Venezuela. Selain itu LSM-LSM Internasional juga memberikan apresiasinya atas kegigihan perjuangan Indonesia karena resolusi ini merupakan pencapaian mulia dalam dunia kesehatan dan pengobatan serta mencerminkan tekad negara anggota WHO untuk memberlakukan mekanisme baru virus sharing dan benefit sharing yang transparan, adil dan setara.
Lebih lanjut lagi, resolusi ini meminta Direktur Jenderal WHO untuk mengusung butir-butir tentang kerangka kesiapan pandemic influenza yang telah disepakati dan memfasilitasi proses untuk finalisasi hal-hal yang belum disepakati, termasuk benefit sharing dalam Standard Material Transfer Agreement (SMTA) yang formal, transparan dan berimbang antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Hasil dari finalisasi tersebut harus dilaporkan pada sidang Executive Board WHO ke-126 pada Januari 2010.

Menkes yang dalam acara tersebut ditunjuk menjadi Wakil Ketua 1 Executive Board WHO hingga sidang WHA Mei 2010 mengatakan bahwa secara konsensus sudah dicapai kesepakatan yang berkaitan dengan benefit sharing, misalnya pada kasus dimana kita mengirimkan virus maka kita nanti akan berhak untuk menjadi kandidat penerima vaksin virus dimana dalam sistem yang lama hal itu sama sekali tidak pernah terjadi. Menkes juga menyatakan bahwa Indonesia siap untuk mengirimkan lagi sampel virus flu burung apabila sistem baru virus sharing yang adil, transparan dan setara telah diberlakukan oleh WHO.

Menambahkan penjelasan dari Menkes, Dr. Makarim Wibisono yang merupakan anggota delegasi Indonesia mengatakan resolusi World Health Assembly meminta kepada Direktur Jenderal WHO untuk melakukan konsultasi atau proses finalisasi dari pembahasan masalah virus sharing dituntaskan pada bulan Januari 2010. Lebih lanjut dikatakan apabila terjadi pandemi maka negara-negara berkembang yang terkena atau affected country akan mendapatkan 50 juta dosis dari international stock yang akan dibentuk oleh WHO dan 100 juta dosis lagi akan dibagikan kepada negara-negara berkembang lainnya. Apabila ternyata masih kurang maka akan ada usaha dari WHO untuk meminta kepada pabrik-pabrik pembuat vaksin mapun antiviral itu untuk menyisihkan sebagian dari produksinya bagi kepentingan negara-negara berkembang.

Menjawab pertanyaan wartawan mengenai pertemuan dengan delegasi Amerika Serikat, Dr. Makarim mengatakan bahwa Menkes RI mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Kesehatan Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu telah dicapai semacam saling pengertian mengenai SMTA. Dalam kesempatan itu Menteri Kesehatan Amerika Serikat mengundang Menkes RI untuk berkunjung ke Washington guna membicarakan kerjasama yang lebih baik antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Pada sidang WHA tersebut delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Kesehatan RI, dengan anggota utama Dr. Makarim Wibisono, Diplomat Senior Deplu; Prof. dr. Tjandra Adiyoga Aditama, Sp. P (K), MARS, Dirjen P2PL; Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, Sp. F (K), Kepala Badan Litbangkes, serta Dr. Widjaja Lukito, Ph.D, Sp. GK, Staf Khusus Menkes Bidang Kesehatan Publik.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Menkes Minta Jangan Perbesar Isu Flu Babi

MAGELANG, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari minta masalah flu babi tidak dibesar-besarkan karena hanya akan membuat panik masyarakat. "Janganlah kita membesar-besarkannya sehingga masyarakat panik," katanya di Magelang, Kamis (28/5). Seusai peresmian gedung pos kesehatan desa di Pucungrejo, Muntilan, dan pencanangan desa siaga se-Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ia mengatakan virus H1N1, penyebab penyakit flu babi, sebetulnya tidak perlu ditakuti.

Walaupun virus itu menyebar ke seluruh dunia, katanya, angka kematian manusia akibat penyakit itu relatif rendah. "Angka kematiannya kurang dari satu persen, dan itu jauh lebih rendah dari flu biasa," katanya.

Ia meminta semua kalangan tidak membuat panik masyarakat soal penyakit flu babi. "Jangan membuat panik, misalnya babi tidak boleh diekspor dan sebagainya, itu yang membuat panik dunia, bahkan Meksiko sampai lumpuh, padahal sebetulnya itu adalah penyakit flu biasa," katanya.

Menurut dia, hingga saat ini memang belum ada vaksin untuk mengatasi serangan virus flu babi tersebut.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Kampanye Edukasi "Ayo Periksa, Sembuhkan Segera" Untuk Tanggulangi Hepatitis Di Indonesia

25 May 2009

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia (PPHI), Blitz Megaplex, Gold Gym dan Roche Indonesia, hari ini memperingati Hari Hepatitis Sedunia 2009 dengan melakukan kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat, pemeriksaan, perawatan dan pengobatan Hepatitis C.


Menkes RI, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) dalam sambutan yang dibacakan dr. Rachmi Untoro, MPH Staf Ahli Menkes Bidang Mediko Legal pada peluncuran program kegiatan berbasis edukasi melalui kampanye ” Ayo Periksa, Sembuhkan Segera ” di Jakarta (19/05, 2009), mengatakan sekitar 7 juta orang Indonesia hidup dengan Hepatitis C kronik, dan diperkirakan terdapat ribuan infeksi baru muncul setiap tahunnya. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kemitraan yang baik antara pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, organisasi profesi kesehatan, LSM peduli Hepatitis C dan dunia usaha.

Menkes menambahkan, penyakit Hepatitis C sampai saat ini belum ada vaksin untuk pencegahannya. Sebagai langkah awal, sejak tanggal 1 Oktober 2007 pemerintah bekerja sama dengan PT. Roche Indonesia telah mengumpulkan data Hepatitis C di 21 provinsi dengan melibatkan unit transfusi darah, rumah sakit dan laboratorium. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat besaran penyakit Hepatitis di Indonesia. Dari data yang telah didapatkan ternyata penderita Hepatitis C di Indonesia cukup banyak.

Hal ini merupakan masalah kesehatan karena penyakit ini menular melalui kontak dengan darah penderita sehingga penularan yang terjadi dikhawatirkan akan terus bertambah. Selain itu kesakitan baru muncul sekitar 10 sampai 30 tahun sehingga seseorang seringkali baru mengetahui tubuhnya terinfeksi setelah berada dalam keadaan sirosis lanjut dengan beberapa komplikasi, seperti bengkak, muntah darah, dan penurunan kesadaran.

Untuk itu marilah kita jadikan peringatan Hari Hepatitis Sedunia ini sebagai langkah awal untuk peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengetahui secara dini kondisi kesehatannya, khususnya kesehatan hati dan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mencegah agar tidak menderita penyakit ini.

Ketua PPHI, dr. Unggul Budihusodo Sp.PD. KGEH, menambahkan, pesan yang disampaikan melalui kampanye tersebut penting untuk diketahui secara luas. Pemahaman bahwa siapapun beresiko terkena dan kesadaran untuk memeriksakan diri secara mandiri tidak saja penting untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut, tetapi juga meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan penyakit Hepatitis C.

Hepatitis C kronik merupakan peradangan hati yang berjalan menahun dan disebabkan oleh virus Hepatitis C yang menyebabkan kerusakan sel hati yang berlanjut menjadi sirosis (pengerasan hati), gagal hati serta kanker hati yang berujung pada kematian. Kemajuan pengobatan telah memberikan peluang besar bagi mereka yang terinfeksi untuk sembuh. Peran dokter umum sangat penting dalam upaya diagnosis dini sehingga pembekalan yang memadai untuk mereka akan sangat membantu menemukan penyakit dan menyelamatkan hidup pasien, tegas dr. Unggul.

Seseorang yang tertular pada masa dewasa kemungkinan menjadi kronik sebesar 80% berbeda dengan Hepatitis B yang akan menjadi kronik hanya kurang dari 10%. Jadi memang kronisitas menjadi sifat dari Hepatitis C. Semua orang berisiko untuk tertular virus Hepatitis C. Selain melalui transfusi darah, virus ini dapat menular melalui hubungan seks yang tidak aman, tato, tindik dan injeksi. Hepatitis C kronik dikenal sebagai “silent killer” karena sekitar 90% kasus hampir tidak bergejala. Situasi ini meningkatkan risiko penularan Hepatitis C yang tidak disadari oleh pembawa virus, ungkap dr. Unggul.

Ditambahkan Dr. Ait Allah Mejri, General Manager PT. Roche Indonesia, masih panjang perjalanan yang harus dilalui untuk bisa mengatasi masalah Hepatitis C, terutama dalam hal pencegahan, penapisan, perbaikan akses terhadap pengobatan dan perawatan terkoordinir bagi mereka yang terkena penyakit hati tahap lanjut akibat Hepatitis C. Oleh sebab itu diperlukan partisipasi dari masyarakat luas untuk bersama-sama menanggulangi penyakit Hepatitis di seluruh dunia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Rumah Sakit Masih Mendominasi Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih didominasi pelayanan kesehatan jiwa pada tingkat tersier yaitu di rumah sakit jiwa atau UPF Psikiatri di RSU Pendidikan. Sistem ini umumnya berdiri sendiri dan tidak memiliki sistem rujukan yang jelas dengan pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun pelayanan kesehatan jiwa yang ada di masyarakat, demikian pula sebaliknya.


Kondisi ini menyebabkan RSJ dan UPF Psikiatri di RSU Pendidikan di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pelayanan tersier atau pusat unggulan pelayanan kesehatan jiwa tapi juga berfungsi sebagai “Puskesmas besar”.

Banyak gangguan jiwa yang sebetulnya bisa dilayani di Puskesmas dan RSU kabupaten/kota tetapi karena ketidaksiapan dokter di Puskesmas dan RSU Kab/Kota untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa, menyebabkan hampir semua pasein dengan gangguan jiwa dirujuk ke pelayanan tersier atau RSJ/UPF Psikiatri RSU Pendidikan.

Hal itu disampaikan Dirjen Bina Pelayanan Medik (Bina Yanmed) Depkes RI dalam sambutan yang dibacakan Ses. Ditjen Bina Yanmed dr. Mulya A. Hasjmy, Sp.B, M.Kes ketika membuka Pertemuan Nasional Kesehatan Jiwa pada hari Senin,18 Mei 2009 di Hotel Horison Bekasi.

Pertemuan yang berlangsung sampai tanggal 20 Mei ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia, dihadiri para Kepala Bagian Psikiatri FK Negeri dan Swasta dari 31 Universitas, serta para Ketua Program Studi Psikiatri dari 9 FK Negeri. Acara ini juga menampilkan pembicara tamu yaitu Profesor Harry Minas dari University of Melbourne dan Professor Prameshvara Deva dari University of Techology Mara - Shah Alam Malaysia.

Lebih lanjut ditegaskan, kesenjangan pelayanan karena ketidaktersediaan akses pada tempat mereka tinggal, menyebabkan banyak orang yang mengalami gangguan jiwa berat tidak mencari pertolongan pada tenaga kesehatan, biasanya keluarga dan masyarakat membawa mereka berobat ke pengobatan tradisional, pemuka agama, atau berbagai pengobatan alternatif lain. Umumnya Rumah Sakit Jiwa baru dimanfaatkan sebagai pilihan akhir bila upaya yang dilakukan tidak berhasil setelah mereka berkeliling ke berbagai dukun, ustad dan pengobatan tradisional.

Sulitnya akses bagi keluarga untuk mengunjungi pasien yang dirawat di RSJ dan RSU Pendidikan juga menyebabkan banyak keluarga akhirnya membiarkan pasien bertahun-tahun tinggal di RSJ menjadi pasien inventaris. Sehingga RSJ dan UPF Psikiatri RSU Pendidikan juga sering berfungsi sebagai panti sosial tempat menitipkan orang gangguan jiwa yang keberadaan keluarganya tidak jelas lagi. Misalnya seperti yang terjadi di RSJ Bogor, Lawang, Magelang ada yang sudah menjadi penghuni RSJ sejak sebelum Indonesia merdeka.

Dirjen Bina Yanmed mengatakan, melihat kondisi yang ada diharapkan terjadinya reformasi pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia seperti yang terjadi di berbagai belahan dunia dimana terjadi perubahan dari sistem konvensional yang bersifat kustodial seperti penjara di institusi psikiatri atau Rumah Sakit Jiwa kepada sistem yang seimbang antara pelayanan di Rumah Sakit dan pelayanan di masyarakat.

Upaya reformasi pelayanan kesehatan jiwa dengan menyediakan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas dan RSU Kabupaten/Kota terus diupayakan, namun belum didukung oleh tenaga kesehatan khususnya dokter umum yang siap pakai untuk merespon berbagai masalah kesehatan jiwa.

Di Indonesia pada umumnya dokter di Puskesmas dan RSU banyak yang tidak peka terhadap berbagai masalah gangguan jiwa serta tidak percaya diri dalam menghadapi kasus gangguan jiwa. Untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan diselenggarakannya pelatihan-pelatihan deteksi dini dan penatalaksanaan gangguan jiwa di pelayanan umum oleh Dinas Kesehatan setempat, namun timbul lagi masalah saat dokter-dokter itu kemudian tidak lagi bekerja di Puskesmas atau RSU karena mereka harus melanjutkan pendidikan spesialisasi atau pendidikan magister.

Melalui pertemuan ini diharapkan adanya persamaan persepsi dan cara pandang untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan tenaga dokter yang dapat merespon kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa ini. Kolaborasi antara Departemen Kesehatan dan Institusi pendidikan psikiatri ini sangat strategis sekali untuk menjawab kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga dokter dan psikiater bagi pelayanan kesehatan jiwa sendiri dalam rangka meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Bakti Sosial dalam Rangka Memperingati Hari Asma Sedunia 2009

Yayasan Penyantun Anak Asma (Yapnas) Indonesia bekerja sama dengan ANTV peduli dalam rangka memperingati Hari Asma Sedunia 2009 mengadakan Bakti Sosial di kantor kelurahan Marunda Jakarta Utara tanggal 17-5-2009.


Bakti sosial berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara gratis untuk masyarakat yang didukung oleh puluhan dokter dan dilengkapi dengan alat-alat pendukung pemeriksaan kesehatan, diantaranya peralatan rontgen untuk melayani ratusan masyarakat sekitar yang secara antusias mengikuti acara tersebut. Acara ini dibuka Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Departemen Kesehatan dr. Yusharmen, D.CommH, M.Sc.

Dalam sambutannya, dr. Yusharmen mengatakan di seluruh dunia terdapat 100-150 juta penderita asma. Sedangkan di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terdapat 4% prevalensi Asma. Dengan jumlah penduduk Indonesia 240 juta berarti terdapat sekitar 10 juta penderita asma di Indonesia, dimana sebagian besar adalah anak-anak.

Menurut dr. Yusharmen beberapa upaya telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam mengurangi jumlah penderita dan kematian akibat asma, antara lain dengan didirikannya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular sejak 2006. Saat ini sudah disusun petunjuk teknis agar bisa terus disempurnakan dan di-update sehingga bisa disebarluaskan kepada masyarakat dalam bentuk buku saku. Selain itu juga bekerja sama dengan WHO mengembangkan pendataan berbasis komunitas. Bermitra dengan pihak-pihak terkait melaksanakan upaya pencegahan primer yang dilakukan sejak dini untuk mengurangi pajanan terhadap faktor resiko seperti asap rokok, kurang gizi, penyakit infeksi saluran pernafasan pada anak dan pencemaran udara diruangan, luar ruangan dan tempat kerja.

dr. Yusharmen atas nama pimpinan Depkes menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia, Yayasan Asma Indonesia, dan ANTV peduli atas terlaksananya bakti sosial dalam rangka menanggulangi penyakit asma. Diharapkan kegiatan ini bermanfaat dan dilanjutkan dengan intensitas yang meningkat dari waktu ke waktu sehingga penanganan dan pencegahan penyakit asma di Indonesia dapat ditanggulangi bersama.

Acara yang memiliki slogan “You Can Control Your Asthma” sebagai tema kampanye global sepakat bahwa penderita asma tetap dapat hidup normal dengan kualitas hidup yang maksimal apabila mampu mengelola asma dan mengontrol kesehatannya secara teratur.

Hadir juga dalam acara itu Ketua Umum Yapnas-Ike Nirwan Bakrie, Ketua Harian ANTV Peduli–Azkarmin Zaini, Setiawan dari Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian, pimpinan Kelurahan Marunda, serta para undangan lainnya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

WHA ke-62 Lahirkan Resolusi Untuk Lanjutkan Pembahasan Virus Sharing

22 May 2009

Jenewa, 22 Mei 2009 - World Health Assembly ke-62 menyepakati Resolusi baru yang memutuskan untuk melanjutkan proses yang transparan untuk memfinalisasi butir-butir yang belum disepakati yang masih tersisa dalam Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin dan Manfaat Lainnya, termasuk Standard Material Agreement (SMTA), yang harus diselesaikan selambat-lambatnya Januari 2010.


Resolusi tersebut menyatakan bahwa kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM PIP) akan menjadi bagian dari perjanjian pokok tentang mekanisme baru virus sharing, yang menjadikan benefit sharing sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan.

Resolusi yang dipelopori Indonesia dan diajukan oleh delegasi-delegasi dari Argentina, Bangladesh, Bhutan, Brazil, Cili, Kuba – mewakili negara anggota Gerakan Non-Blok, Ghana – mewakili wilayah Afrika, Guatemala, India, Indonesia, Iran, Maldives, Myanmar, Nigeria, Sri Lanka, Timor-Leste dan Venezuela, telah mempercayakan Direktur Jenderal WHO untuk melakukan proses pembahasan lanjutan yang transparan dan berimbang antara negara-negara maju dan berkembang.

Resolusi juga mengakui bahwa IGM PIP telah menyepakati sebagian besar butir-butir pada Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin dan Manfaat Lainnya, dan menyatakan kembali pentingnya solusi jangka panjang untuk kesiapan dan respon terhadap pandemi influenza.

Menurut anggota delegasi Indonesia dan diplomat senior Dr. Makarim Wibisono tercapainya Resolusi yang mengakui kesepakatan-kesepakatan dalam proses perundingan IGM-PIP selama dua tahun terakhir ini mencerminkan solidaritas negara negara pendukung dan tekad kuat serta desakan yang tidak kenal lelah dan kepemimpinan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Sementara anggota delegasi Dr. Widjaja Lukito, Ph.D., Sp. GK berpendapat Resolusi ini menandakan kemajuan signifikan dalam perjuangan gigih Indonesia menuju pada kesepakatan dunia di bidang kesehatan khususnya virus sharing dan benefit sharing yang lebih adil, transparan dan setara.

Direktur Jenderal WHO diminta didalam Resolusi WHA ke 62 itu, untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk mendorong kemajuan pembahasan atas dasar hal-hal yang telah disepakati dari Kerangka Kesiapan Pandemi Influenza untuk Virus Sharing dan Akses pada Vaksin serta Manfaat Lainnya. Direktur Jendral WHO berkewajiban memfasilitasi proses pembahasan yang transparan untuk memfinalisasi elemen-elemen penting termasuk Standard Material Agreement (SMTA) juga unsur-unsur di dalam annex SMTA, lalu melaporkan hasilnya pada Sidang Executive Board WHO ke 126 pada bulan Januari 2010.

Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJp (K), sebagai inisiator konsep mekanisme baru virus sharing yang adil, transparan dan setara serta mengintegrasikan benefit sharing ini, menyambut baik resolusi tersebut sebagai pencapaian mulia dalam dunia kesehatan dan pengobatan, dengan dicapainya langkah maju untuk meraih tatanan kesehatan publik global yang lebih baik.

Tentang Standard Material Transfer Agreement
Standard Material Transfer Agreement (SMTA) jika berlaku akan mengubah mekanisme virus sharing yang saat ini berlaku menjadi mekanisme yang berbasis keadilan, transparansi dan kesetaraan. SMTA akan membuka akses dan transparansi pada informasi tentang virus influenza, yang akan membuka pintu bagi para ilmuwan di negara maju dan berkembang untuk melakukan riset dan membangun kapasitas untuk memproduksi vaksin, antivirus dan diagnostik. SMTA juga mengandung aturan-aturan tentang benefit sharing ketika hasil dari riset yang menggunakan sampel-sampel yang disalurkan dalam sistem ini dikomersialkan.

Tentang World Health Assembly
World Health Assembly (WHA) merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO (World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap bulan Mei di Jenewa, Swiss. WHA ke-62 diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 18-22 Mei 2009.

Tentang Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness
Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM PIP) adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus sharing influenza H5N1 dan benefit sharing yang timbul dari pemanfaatan virus dan bagian-bagiannya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-522 3002, 5296 0661 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id dan puskom.depkes@gmail.com

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Awas, Obat Tradisional Malaria Rusak Ginjal dan Hati!

21 May 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengobatan tradisional terhadap penyakit malaria yang menggunakan tanaman dari kelompok "simaroubaceae" bisa merusak sel ginjal dan hati. Peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, Praptiwi, mengungkapkan kemungkinan itu setelah dia melakukan uji simulasi terhadap tikus putih. Ia memberi ekstrak dari tumbuhan yang termasuk kelompok "simaroubaceae", yaitu tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, dan kayu tulang, kepada tikus putih selama tujuh hari berturut-turut.

"Ternyata terdapat kerusakan pada sel ginjal dan sel hati," kata Praptiwi di Puslit Biologi LIPI, Cibinong, Jawa Barat, Rabu.

Ia menjelaskan hal tersebut bisa menjadi indikasi adanya zat beracun yang terdapat dalam empat jenis tanaman yang tergolong dalam kelompok "simaroubaceae" itu.

Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah penggunaan jenis-jenis tanaman tersebut berdampak sama jika dikonsumsi secara teratur pada sel ginjal dan sel hati manusia.

"Kami menggunakan mencit karena siklus parasit malarianya sama dengan siklus parasit malaria pada manusia," kata Praptiwi.

Masyarakat lokal mengonsumsi olahan tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, serta kayu tulang, sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit malaria.

Praptiwi menjelaskan di dalam empat tanaman tersebut memang terdapat komponen kimia yang dapat mengobati penyakit malaria.

"Penelitian lebih lanjut akan memisahkan mana komponen kimia yang menyebabkan kerusakan, dan mana komponen kimia yang bermanfaat bagi pengobatan malaria," kata peneliti yang sejak lama meneliti tanaman obat malaria tersebut.

Ia juga memperkirakan penelitian tersebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun lagi, untuk menemukan senyawa kimia murni dari tanaman pasak bumi, buah makasar, kayu pahit, dan kayu tulang yang dapat digunakan sebagai obat malaria.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Menuju Pengobatan Kanker yang Ramah

JAKARTA, KOMPAS.com — Tren pengobatan kanker yang berkembang di Indonesia menuju pengobatan yang ramah, artinya pengobatan tersebut hanya membunuh inti sel kankernya saja tanpa membunuh jaringan normal yang juga berkembang di sekitar sel kanker. "Pengobatan kanker yang ada sekarang sering membawa efek samping pada penderita," kata Ketua Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Mohamad Sadikin seusai Seminar Forum Biomedika di FKUI, Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa pengobatan kanker yang ada, yaitu dengan bedah, elektrokimia, dan konsumsi obat berfokus untuk membunuh ke inti sel kanker.

"Makanya kalau ada pasien yang merasakan sakit sekali ketika sedang diobati, itu karena sel-sel yang normalnya juga ikut mati," kata Sadikin.

Ia juga menambahkan, kini dunia kedokteran sedang mengusahakan pengobatan kanker yang bukan hanya berfokus pada menghentikan perkembangan sel kanker dengan cara radikal, tetapi dengan cara yang selektif, yaitu mengganggu metabolisme sel kanker, menghindari pemicu kanker dengan gaya hidup sehat, dan yang terbaru adalah pengobatan dengan sel punca.

Di Indonesia, kanker termasuk ke dalam lima besar sebagai penyebab kematian khususnya kanker payudara dan kanker rahim yang lebih banyak diidap penderita kanker di Indonesia, paling banyak dibandingkan jenis kanker lainnya.

Sel kanker yang ada di dalam tubuh tidak semuanya bisa menjadi ganas karena sel tersebut bisa menjadi ganas setelah dipicu oleh zat-zat tertentu. Zat tersebut bisa berasal dari apa yang kita konsumsi setiap hari.

Mengenai pengobatan kanker dengan tanaman tradisional, Mohamad Sadikin mengatakan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap obat-obatan tradisional tersebut.

"Pengobatan itu sebaiknya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," kata Sadikin.

Sadikin menambahkan, jika bahan tanaman tradisional itu sebatas pada bahan yang bisa dikonsumsi langsung, seperti bawang putih, kunyit, jahe, dan dikonsumsi dalam takaran yang wajar, maka tidak akan membawa dampak yang signifikan pada kesehatan.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Ibu Perokok, Anak pun Merokok!

LOS ANGELES, KOMPAS.com - Seorang anak yang dilahirkan oleh ibu yang merokok saat mengandungnya, lebih mungkin menjadi perokok, demikian hasil satu studi baru. Bagi studi itu, para peneliti di University of Arizona menggunakan data dari "Tucson Children’s Respiratory Study" guna melihat hubungan perbuatan sang ibu merokok saat hamil mempengaruh prilaku sang anak hingga merokok belakangan.

Para peneliti tersebut menilai ibu yang merokok selama hamil dan ketika bayi mereka berusia 1,5 bulan dan 1,5 tahun dan kembali merokok ketika anak berusia 6, 9, dan 11 tahun, berpengaruh pada prilaku sang anak.

Mereka kemudian meneliti prilaku merokok anak ketika mereka berusia 16 dan 22 tahun.

Mereka mendapati bahwa perempuan yang merokok selama hamil dan selama tahun awal anak mereka lebih mungkin untuk memiliki anak yang juga merokok pada usia 22 tahun.

Itu terbukti benar, apakah sang ibu merokok atau tidak merokok selama anak mereka memasuki usia sekolah.

Sebenarnya, anak-anak itu menghadapi kemungkinan empat kali lebih besar untuk menjadi perokok rutin, kata studi tersebut.

Selain itu, anak dari ibu yang merokok selama hamil dan tahun pertama mereka, memiliki kemungkinan lebih kecil untuk berhenti merokok dibandingkan dengan anak dari ibu yang tak pernah merokok atau yang baru mulai merokok ketika anak mereka memasuki usia sekolah.

Penelitian tersebut menyatakan perubahan biologi berlangsung di dalam perut."Namun asap mengubah kimiawi otak," kata pemimpin peneliti Dr Rony Grad, wakil profesor klinik kesehatan anak di universitas itu.

"Jika anda terpajan pada asap sebelum dilahirkan atau pada tahun awal kehidupan, anda sangat mungkin untuk menjadi prokok kronis pada usia 22 tahun," kata Grad.

Para peneliti tersebut mengajukan studi mereka dalam konferensi internasional "American Thoracic Society" di San Diego, Souther California, yang dimulai Selasa.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Menkes RI Serukan Pentingnya Penuntasan Mekanisme Baru Virus Sharing pada World Health Assembly

20 May 2009

Jenewa, 19 Mei 2009 – Indonesia mendesak disepakatinya mekanisme baru virus sharing, pada World Health Assembly (WHA) ke-62. Desakan ini disampaikan dalam sambutan Menteri Kesehatan, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.Jp(K). yang membuka hari kedua WHA, tanggal 19 Mei 2009.

Sebelumnya Intergovernmental Meeting – Pandemic Influenza Preparedness (IGM-PIP) pada 14-15 Mei menjelang WHA, telah menyepakati sebagian besar butir-butir pembahasan namun masih menyisakan pembahasan isu-isu sensitif terkait virus sharing.

“Padahal, mekanisme kesiapsiagaan pandemi H1N1 saat ini semakin menguatkan sinyal perlunya perombakan sistem surveilans influenza dan adanya mekanisme berbagi virus yang adil dan transparan yang mengintegrasikan benefit sharing,” kata Menteri.

Menteri Kesehatan menyoroti sikap WHO yang tidak melakukan upaya proaktif, tepat waktu serta sistematis dalam merekomendasikan negara-negara yang memiliki kapasitas produksi untuk memulai produksi suplai antivirus generik. Padahal di saat yang sama, negara-negara maju telah menandatangani perjanjian dengan produsen vaksin untuk memastikan mereka mendapat produksi vaksin pandemi secara langsung dan lebih dulu, suatu hal yang merugikan serta menimbulkan risiko bagi negara-negara berkembang.

“Belum lagi, banyak negara maju yang telah memiliki kontrak di muka untuk mengamankan lebih dari 200 juta dosis vaksin flu pandemi, atau sekitar lebih dari setengah produksi vaksin flu musiman saat ini. Kalau sudah begini, apa yang tersisa bagi negara-negara berkembang?,” kata Menteri.

Menteri juga mengkritisi ditingkatnya kewaspadaan pandemi dari 3 ke 4, lalu ke 5, dan kemudian mengumumkan semakin dekatnya pandemi flu baru H1N1. Padahal walau penyebaran H1N1 sangat serius dan meluas, flu baru H1N1 ini memiliki tingkat kematian yang rendah sekitar kurang dari 2%, angka yang sangat jauh jika dibandingkan angka kematian akibat flu musiman.

Untuk itu, Menteri juga mendesak WHO adanya redefinisi kriteria penentuan tingkat kewaspadaan pandemi. “Akan lebih akurat lagi jika WHO meredefinisi penentuannya dengan mempertimbangkan pula indikator klinis (angka kasus dan kematian) dan indikator sekuens genetik (tinggi atau rendahnya patogenetik dari virus), tidak hanya tingkat penularannya,” tambahnya.

Banyak kemajuan telah dicapai sejak IGM-PIP Desember lalu, untuk membentuk kerangka dan Standard Material Transfer Agreement (SMTA), serta pembentukan Advisory Mechanism dan Influenza Virus Traceability Mechanism dengan telah disetujuinya sebagian besar butir-butir kesepakatan.

Jika telah disahkan dan berkekuatan hukum SMTA akan merubah secara radikal tatanan penggunaan virus yang berlaku selama 62 tahun ini, dalam sebuah kerangka yang lebih adil transparan dan setara. Dan akan membuka akses terhadap virus influenza, yang berarti membuka peluang besar untuk para peneliti negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas penelitiannya sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat mengembangkan alat diagnostik, vaksin dan obat obatan terhadap virus flu burung dan virus lainnya yang berpotensi pandemi, termasuk H1N1, sehingga kapasitas penelitian dan produksi vaksin tidak terbatas pada beberapa negara maju saja..

“Upaya bersama kita dalam mewujudkan mekanisme baru yang adil, transparan dan setara ini sangat penting dan dapat dilaksanakan untuk memastikan isu-isu kunci tertuntaskan pada WHA ini, dalam rangka memberikan solusi dan perlindungan jangka panjang bagi kesehatan publik global,” kata Menteri Kesehatan.

WHA merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO (World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap bulan Mei di Jenewa, Swiss.

Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM - PIP) adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus sharing influenza H5N1 dan benefit sharing timbul dari penggunaan virus dan bagian-bagiannya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-522 3002, 5296 0661 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id dan puskom.depkes@gmail.com.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Fungsi Obat Herbal Melemahkan Racun

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli pengobatan alami (herbal), Reno Wilopo di Jakarta, Rabu, mengatakan obat tradisional berfungsi melemahkan racun untuk proses penyembuhan penyakit pada manusia. "Obat herbal berfungsi mengawasi termasuk membunuh kandungan racun dalam tubuh manusia," kata Reno Wilopo sehubungan akhir-akhir ini masyarakat banyak yang melakukan pengobatan alternatif di samping pergi ke dokter.

Ia mengatakan obat tradisional mampu membentuk zat kekebalan tubuh (antibodi) yang tidak terdapat dalam tubuh manusia, dengan tujuan melindungi dari unsur yang merusak organ tubuh.

Jenis tanaman yang memiliki khasiat penyembuhan penyakit, antara lain mahkota dewa, kunyit putih, jahe, lengkuas, bawang putih, daun sirih, dan sambiloto.

Reno menuturkan jenis penyakit yang dapat disembuhkan di antaranya, jantung, hepatitis (gangguang hati), kanker, tumor dan penyakit berat lainnya.

Disinggung perbandingan obat herbal dengan obat medis yang berdasarkan resep dokter, ia mengatakan masing-masing memiliki keunggulan untuk menyembuhkan penyakit.

Perbedaannya yakni satu jenis obat medis secara spesifik menyembuhkan satu penyakit, sedangkan obat herbal mampu menjadi penawar rasa sakit berbagai jenis penyakit.

"Obat herbal secara medis memperbaiki jaringan tubuh yang rusak," katanya seraya mencontohkan ramuan mahkota dewa mampu penyembuhkan penyakit kanker, tumor dan jantung.

Lebih lanjut, dia menilai obat medis lebih mengoptimalkan darah sebagai indikator dan menjaga agar darah normal secara klinis (pemeriksaan laboratorium), namun tanpa mempedulikan dampaknya terhadap kerusakan organ tubuh lainnya.

Contohnya penyuntikan cairan insulin untuk penderita diabetes berpotensi menyebabkan rusaknya kelenjar tubuh yang biasanya memproduksi insulin.

Sementara itu, anggota Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia, Joko Suryanto mengatakan terapi obat ramuan tradisional bermanfaat untuk memperbaiki sel-sel organ tubuh yang rusak akibat radang dengan penyembuhannya bersifat permanen.

Reno dan Joko mengharapkan pemerintah mengambil kebijakan, untuk mendorong penelitian ramuan tradisional asal Indonesia agar mendapatkan pengakuan dari dunia.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Penelitian Sel Punca Kanker, Harapan Baru Penderita Kanker

JAKARTA, KOMPAS.com - Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) bekerjasama untuk melakukan penelitian terhadap karakteristik sel punca kanker untuk menemukan cara yang tepat menghentikan sel kanker memperbarui diri.

"Sel punca kanker inilah yang menentukan sel-sel kanker yang sudah diobati tumbuh lagi" kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik FKUI Septelia Inawati Wanandi di FKUI, Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan jika karakteristik sel punca kanker telah diteliti, maka akan ditemukan cara untuk menghambat perkembangan atau bahkan membunuh sel punca tersebut sehingga penyakit kanker bisa disembuhkan secara total dan tidak merusak jaringan normal yang berada di sekitar sel kanker.

Penelitian terhadap sel punca kanker akan mengarah pada pengembangan pengobatan kanker dengan "targeted therapy".

"Targeted therapy" ialah pengobatan kanker yang hanya membunuh sel punca kankernya saja tanpa membunuh sel-sel normal yang berada di sekitar sel-sel kanker.

Pengobatan kanker selama ini menggunakan pengobatan sinar, kemoterapi, dan pembedahan. Pengobatan tersebut bukan hanya mematikan sel-sel kanker namun juga merusak sel-sel normal yang hidup di sekitar sel kanker.

Rusaknya sel-sel normal itulah yang menyebabkan penderita merasa kesakitan ketika menjalani pengobatan kanker.

"Dengan membunuh sel punca kankernya saja, diharapkan akan menciptakan pengobatan yang lebih nyaman bagi penderita kanker," kata Septelia.

Peneliti dari UI itu juga menjelaskan penelitian sel punca kanker dilakukan pada sel kanker payudara dan kanker rahim karena jumlah penderita kanker payudara dan kanker rahim paling tinggi dibandingkan penderita kanker lainnya.

Penelitian sel punca kanker ditargetkan selesai dalam tiga tahun dan akan dimulai pada bulan Juni 2009.

"Seharusnya kami sudah mulai bulan Maret, tetapi karena penelitian ini benar-benar baru, jadi kami harus menyiapkan semuanya dari awal," kata perempuan yang kerap dipanggil Ina itu.

Sebelumnya, sudah banyak penelitian terhadap sel punca pada jaringan tubuh yang sehat atau sel punca normal, bukan sel punca kanker. Sel punca normal bahkan dapat digunakan untuk pengobatan.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Jelang World Health Assembly ke-62: Indonesia Harap Negara Maju Konsisten soal Virus Sharing

19 May 2009

Indonesia berharap komitmen WHO dan negara-negara maju dalam The Intergovermental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness atau IGM-PIP tentang virus sharing yang berlangsung tg 14-15 Mei 2009 menjelang World Health Assembly (WHA) ke 62 di Jenewa tidak akan berubah.

Karena konsistensi ini sangat penting bagi tercapainya kesepakatan mondial atas mekanisme baru virus sharing yang adil, transparan dan setara yang didukung oleh mayoritas peseta IGM-PIP.

“Menteri Kesehatan akan berpidato di WHA pada sidang hari pertama Senin 18 Mei 2009. Delegasi Indonesia diperkuat Dr. Makarim Wibisono, diplomat senior yang pernah menjadi Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB New York dan Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Kesehatan Publik, Dr. Widjaja Lukito, PhD.,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan, dr. Lily. S. Sulistyowati, MM.

Dilaporkan bahwa dalam IGM-PIP, yang dimandatkan oleh Resolusi WHA 60.28 untuk membahas Strandard Material Agreement (SMTA) yang mengatur sistem virus sharing yang adil, transparan dan setara, telah menyepakati sekitar 85% dari butir-butir yang dibahas, selebihnya masih memerlukan pembahasan lanjutan, terutama benefit sharing. Menteri Kesehatan mengharapkan komitmen dan goodwill dari semua untuk menyelesaikan mekanisme virus sharing baru yang adil, transparan dan setara.

Sementara, butir-butir yang telah disepakati Pada Joint statement menutup IGM-PIP Desember 2008 lalu di Jenewa, dapat disimpulkan sebagai 5 (lima) terobosan besar:

1.
Disetujui penggunaan Standard Material Transfer Agreement (SMTA) dalam sistem virus sharing yang akan mengatur semua transfer virus maupun transfer bagian bagian virus yang berbentuk standar dan universal dan mempunyai kekuatan hukum.
2.
Prinsip prinsip SMTA secara umum disetujui termasuk pengakuan atas perlunya mengintegrasikan sistem benefit sharing kedalam SMTA, hal yang menjadi perjuangan gigih Indonesia dengan dukungan negara berkembang lain, dalam kelompok negara negara SEARO/South East Asia Regional Organization, Brazil dan AFRO (African Regional Office), meskipun terdapat tentangan keras dari Amerika Serikat.

Pernyataan IGM-PIP pada penutupan pertemuan bulan Desember 2008 berbunyi "negara negara anggota setuju untuk berkomitmen berbagi virus H5N1 dan virus influenza lainnya yang berpotensi pandemi serta menganggap virus sharing adalah setara benefit sharing, sebagai bagian penting dari langkah kolektif demi kesehatan publik secara global".
3.
Prinsip benefit sharing diintegrasikan kedalam SMTA
4.
Komitmen negara maju untuk benefit sharing secara nyata termasuk dalam berbagi risk assesment dan risk response.
5.
Terwujudnya Virus Tracking System dan Advisory Mechanisim untuk memonitoring dan evaluasi virus dan penggunaannya.

Prinsip-prinsip SMTA ini secara umum sudah disetujui oleh semua negara anggota, namun saat ini sistem benefit sharing yang diperjuangkan negara-negara berkembang masih belum tuntas dibahas.

Jika telah disahkan dan berkekuatan hukum SMTA akan merubah secara radikal tatanan penggunaan virus yang berlaku selama 62 tahun ini, dalam sebuah kerangka yang lebih adil transparan dan setara. Dan akan membuka akses terhadap virus influenza, yang berarti membuka peluang besar untuk para peneliti negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas penelitiannya sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat mengembangkan alat diagnostik, vaksin dan obat-obatan terhadap virus flu burung dan virus lainnya yang berpotensi pandemi, termasuk H1N1.

Perundingan virus sharing di IGM telah berlangsung selama dua tahun. Dan diharapkan hasilnya dapat disampaikan pada WHA yang berlangsung antara tanggal 18 – 22 Mei 2009.

Desakan penuntasan SMTA dan virus sharing pada WHA ini juga datang dari para Menteri Kesehatan negara ASEAN+3 dalam pernyataan bersama mereka sebagai hasil Pertemuan Khusus Menteri Kesehatan ASEA + 3 tentang Influenza A(H1N1) di Bangkok, 8 May 2009, antara lain:

“Menekankan kebutuhan untuk menuntaskan Inter-Governmental Meeting yang dimandatkan oleh WHA 60.28, tentang virus sharing H5N1 dan virus influenza lain dengan potensi pandemi pada manusia serta benefit sharing yang adil dan setara;

“Prihatin bahwa sebagian besar produksi vaksin global berlokasi di Eropa dan Amerika Utara, dan tidak cukup untuk merespon pandemi global; dan walaupun wilayah-wilayah dunia lain telah mulai memiliki teknologi untuk memproduksi vaksin influenza, akses pada vaksin pandemi yang efektif masih merupakan permasalahan utama di wilayah ini.”

“…kami berkomitmen di tingkat nasional untuk:

*
Menuntaskan pembicaraan Inter-Governmental Meeting tentang virus sharing H5N1 dan virus influenza lain yang berpotensi pandemic pada manusia dan adanya benefit sharing yang adil dan setara;
*
Mendesak Direktur Jenderal WHO untuk mendukung tujuan untuk memastikan akses yang adil dan setara pada vaksin pandemic bagi semua Negara anggota WHO; dan memfasilitasi peningkatan kemampuan produksi vaksin influenza di wilayah ini dan di Negara-negara berkembang lain.”

WHA merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO (World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap bulan Mei di Jenewa, Swiss.

Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM - PIP) adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus sharing influenza H5N1 dan benefit sharing timbul dari penggunaan virus dan bagian-bagiannya.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-522 3002, 5296 0661 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id dan puskom.depkes@gmail.com.

Sumber: Depkes
Baca Selengkapnya...

Indonesia Perlu Tiru China dalam Pengembangan Obat Tradisional

JAKARTA, KOMPAS.com — Kegiatan penelitian dan pengembangan metode pengobatan herbal di China berkembang sangat pesat. Karena itu, Indonesia perlu meniru negara "tirai bambu" itu dalam mengembangkan obat-obatan lokal agar bisa menembus pasaran internasional, demikian pakar farmasi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Ernie H Purwaningsih MS di Jakarta.

"Saya kira kita harus belajar dari China dalam hal penelitian dan pengembangan metode pengobatan herbal karena di sana sudah demikian maju," kata Ernie.

Menurut Ernie, pesatnya perkembangan pengobatan herbal di China tidak lepas dari kebijakan pemerintah setempat yang mendorong dibukanya program studi pengobatan tradisional di berbagai lembaga perguruan tinggi.

Para mahasiswa fakultas kedokteran di China sejak mendaftar ke perguruan tinggi diberi pilihan untuk belajar ilmu kedokteran yang berorientasi ke dunia barat terutama Amerika Serikat atau memilih kedokteran dengan spesialisasi pengobatan tradisional China.

Dengan kondisi tersebut, penelitian obat-obatan tradisional China terus berkembang pesat yang berimbas pada membanjirnya berbagai produk obat-obatan herbal asal China ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.

Adapun di Indonesia, hingga kini baru segelintir PT yang membuka program studi pengobatan herbal seperti Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya.

Universitas Indonesia (UI) rencananya baru akan membuka program studi magister herbal Indonesia tahun ini.

Ernie mengatakan, proposal pembentukan program studi magister herbal Indonesia tersebut masih dikaji oleh Badan Pengkajian Mutu Akademik UI untuk selanjutnya diserahkan kepada Senat Akademik UI.

Jika program studi ini telah terbentuk maka nantinya diharapkan terbentuk kolegium herbal medik, keperawatan herbal, dan estetika herbal yang akan menghasilkan penelitian yang terintegrasi.

Masih menurut Ernie, penelitian pengobatan herbal di Indonesia selama ini belum terintegrasi alias berjalan sendiri-sendiri seperti yang dilakukan Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Gadjah Mada (UGM), Unair, dan juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Bahkan Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan melalui Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), dan Kantor Kementerian Ristek juga meneliti soal ini.

"Fokus penelitian selama ini beda-beda, tidak terintegrasi sehingga dananya tersebar ke mana-mana. Akibatnya, kita tidak memiliki data nasional berapa banyak tanaman lokal kita yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit," tutur Ernie yang juga menjabat Ketua Program Studi Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran UI itu.

Ernie mengatakan, jika semua hasil penelitian berbagai instansi tersebut diintegrasikan dan dipublikasikan secara bersamaan maka dunia internasional bisa mengetahui bahwa Indonesia merupakan "surga" tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan.

Ia menyambut baik usaha Dewan Riset Nasional yang menerbitkan buku panduan tentang lima tanaman asli Indonesia yang merupakan primadona sebagai obat yang berkhasiat bagi kesehatan, yakni temulawak, jahe, kencur, sambiloto, pegagan, dan daun sirih.

Selain kelima tanaman itu, katanya, masih terdapat ratusan hingga ribuan jenis tanaman lokal Indonesia lainnya yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara yang memiliki khasiat yang sangat baik untuk menyembuhkan penyakit.

Namun, sebagian besar jenis tanaman tersebut tidak diketahui publik meskipun sudah pernah diteliti para ahli lantaran tidak adanya data base hasil penelitian di bidang pengobatan herbal.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Buah Merah Bukan Obat HIV/AIDS

JAKARTA, KOMPAS.com — Buah merah yang banyak tumbuh di wilayah pegunungan Papua belum terbukti secara klinis sebagai obat penyembuh HIV/AIDS. "Dari hasil penelitian yang dilakukan Departemen Bio Kimia UI (Universitas Indonesia), komponen yang dipakai sebagai anti-HIV pada buah merah ternyata tidak memberi respons pada hewan percobaan," kata Ketua Program Studi Farmasi Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Dr dr Ernie H Purwaningsih MS di Jakarta.

Dalam penelitian itu, pihak Bio Kimia UI menggunakan tikus sebagai hewan percobaan. Meski demikian, katanya, perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan percobaan lain guna memastikan apakah buah merah benar-benar bukan sebagai obat penyembuh HIV/AIDS.

Menurut Ernie, klaim buah merah sebagai obat penyembuh HIV/AIDS sebagaimana yang disugestikan oleh sebagian masyarakat Papua selama ini tidak bisa diterima begitu saja karena harus diteliti dan diuji kebenarannya melalui uji klinis selama beberapa kali.

Kasus HIV/AIDS saat ini menjadi masalah yang sangat krusial di Papua mengingat penularannya demikian cepat hingga menembus angka di atas 5.000 orang. Sebagian besar warga yang tertular HIV/AIDS di Papua merupakan penduduk lokal dari berbagai suku di Papua.

Ironisnya, jumlah penduduk lokal di pulau terbesar di ujung timur Nusantara itu saat ini diperkirakan hanya 2,5 sampai tiga juta jiwa.

Untuk menekan pertumbuhan kasus HIV/AIDS di Papua, Gubernur Papua Barnabas Suebu SH menetapkan tahun 2009 sebagai "tahun perang" terhadap HIV/AIDS.

Daerah dengan tingkat populasi HIV/AIDS tertinggi di Papua saat ini adalah Kabupaten Mimika dengan jumlah penderita HIV/AIDS per 31 Desember 2008 sebanyak 1.700 orang.

SUmber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Ayo Periksa, Segera Sembuhkan Hepatitis

JAKARTA, KOMPAS.com- Sekitar tujuh juta orang Indonesia hidup dengan hepatitis C kronik, dan diperkirakan terdapat ribuan infeksi baru muncul setiap tahunnya. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah, organisasi profesi, organisasi yang peduli hepatitis C dan dunia usaha.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan dr Rahmi Untoro, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal, Selasa (19/5), dalam acara peringatan Hari Hepatitis Se-dunia 2009, di Blitz Megaplex, Pacific Place Mall, Sudirman Central Business Central Sudirman, Jakarta.

Hari Hepatitis Sedunia yang jatuh pada tanggal 19 Mei digagas gabungan lebih dari 200 kelompok pendukung pasien hepatitis dari seluruh dunia untuk meningkatkan kepedulian atas penyakit berbahaya ini. Hari Hepatitis Sedunia ini diluncurkan sebagai tanggapan atas rendahnya perhatian dan tingkat kesadaran yang diberikan terhadap virus hepatitis kronik, dan upaya politis untuk mengangkat masalah ini agar mendapat prioritas setara dengan upaya penanggulangan HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria.

"Jika dibandingkan, fakta menunjukkan jumlah orang yang terinfeksi ataupun meninggal karena virus hepatitis B dan C sama banyaknya dengan beberapa penyakit infeksi lain. Peringatan Hari Hepatitis Sedunia merupakan langkah awal meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengetahui secara dini kondisi kesehatannya, khususnya kesehatan hati, dan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mencegah agar tidak menderita penyakit ini," kata Siti Fadilah menambahkan.

Sekarang mereka yang berisiko dapat segera memeriksakan diri dan mereka yang telah terdiagnosis bisa menjalankan pengobatan. Dokter umum memegang peranan penting dan memerlukan pelatihan yang tepat agar bisa memeriksa dan menyelamatkan lebih banyak nyawa, kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indoensia (PPHI) dr Unggul Budihusodo menegaskan. Untuk mengurangi angka kejadian dan kematian, akses bagi pasien terhadap pemeriksaan, diagnosis, rujukan dan pengobatan perlu diperbaiki.

Terkait hal itu, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Blitz Megaplex, Golds Gym, dan Roche Indonesia bekerja sama dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, pemeriksaan dan penatalaksanaan hepatitis C. Sasaran kampanye edukasi bertema Ayo Periksa, Sembuhkan Segera itu adalah masyarakat luas, terutama kelompok masyarakat berisiko tertular hepatitis.

Sampai saat ini, penyakit hepatitis C belum ada vaksin untuk pencegahannya. Sebagai langkah awal, menurut Siti Fadilah, sejak 1 Oktober 2007 pemerintah bekerja sama dengan PT Roche Indonesia telah mengumpulkan data hepatitis C di 21 provinsi dengan melibatkan unit transfusi darah, rumah sakit dan laboratorium, Kegiatan itu bertujuan untuk melihat besaran penyakit hepatitis di Indonesia.

"Hepatitis C merupakan masalah kesehatan karena penyakit yang menular melalui kontak dengan darah penderita ini tidak menunjukkan gejala, sehingga penularan yang terjadi dikhawatirkan akan terus bertambah," ujar Unggul.

Selain itu, kesakitan baru muncul sekitar 10-30 tahun setelah terinfeksi virus itu sehingga seseorang baru mengetahui tubuhnya terinfeksi setelah berada di dalam keadaan sirosis lanjut dengan beberapa komplikasi, seperti bengkak, muntah dara h, dan penurunan kesadaran.

V irus hepatitis C merupakan salah satu penyebab infeksi hati menahun atau kronik dan dapat berakhir pada sirosis, kanker hati serta kematian. Badan Kesehatan dunia memperkirakan, virus hepatitis C telah menyerang lebih dari 170 juta orang di seluruh dunia dengan 3-4 juta infeksi baru setiap tahunnya. Sekitar 80 persen dari orang yang abru terinfeksi, penyakitnya akan terus berkembang menjadi infeksi kronik. Sirosis terjadi pada sekitar 10-20 persen penderita hepatitis C kronik, dan kanker hati terjadi pada 1-5 persen penderita dalam waktu 20-30 tahun.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

A-H1N1 yang Mewabah Termasuk Virus Baru

SEMARANG, KOMPAS.com — Pakar mikrobiologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Widya Asmara, menyatakan, virus A-H1N1 penyebab flu babi yang saat ini berkembang dan menyebabkan wabah di Meksiko merupakan virus baru. "Virus tersebut kemudian memang dinamakan dengan virus A-H1N1, namun sebenarnya merupakan hasil pencampuran genetik beberapa virus influenza," katanya seusai seminar "Antisipasi Pencegahan Penyebaran Flu Babi" di kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (19/5).

Ia mengatakan, sebelumnya virus A-H1N1 memang endemi pada populasi babi dan manusia. Namun, dampaknya tidak seganas seperti virus A-H1N1 yang saat ini berkembang.

"Virus ini dikenal dengan nama virus A-H1N1 ’klasik’, dan gejalanya seperti influenza biasa. Namun, setelah enam hari biasanya penderita langsung pulih," kata Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UGM tersebut.

Adapun, kata dia, virus A-H1N1 yang saat ini berkembang menjadi wabah merupakan virus baru, meskipun tidak sepenuhnya baru karena hasil gabungan genetik berbagai virus, di antaranya virus influenza Amerika, virus influenza Eurasia, dan virus influenza unggas.

Menurutnya, virus H1N1 yang menyebabkan flu babi tidak mewabah pada babi, tetapi justru mewabah pada manusia.

"Sebab, seperti yang terjadi di Meksiko, wabah penyakit flu babi muncul tanpa didahului wabah serupa yang menjangkiti peternakan babi di sana," katanya.

Dengan kata lain, wabah virus tersebut tidak ditemukan di peternakan babi sehingga sampai saat ini keberadaan babi di peternakan tidak perlu dikhawatirkan, khususnya di Indonesia. Demikian dikatakannya.

Ia mengatakan, flu babi justru berpotensi besar menular lewat manusia sehingga yang harus diwaspadai adalah manusia yang tertular virus tersebut.

"Apabila ada manusia yang tertular, bisa berpotensi menularkannya kepada manusia lain atau menularkannya pada babi," katanya.

Kalau babi sudah tertular, maka kemungkinan virus menyebar semakin besar, seperti pada kasus flu burung. "Sebab, tindakan yang dilakukan saat itu sudah terlambat," katanya.

Oleh karena itu, ia mengingatkan, sebaiknya pemerintah berupaya keras untuk mencegah masuknya virus flu babi ke Indonesia dan tetap waspada walaupun virus tersebut belum masuk.

Selain itu, masyarakat (pengonsumsi daging babi) juga harus diberi pengertian bahwa babi-babi yang ada di Indonesia masih layak konsumsi karena tidak tertular virus A-H1N1.

"Terlebih lagi, Indonesia juga tidak pernah mengimpor babi dari luar negeri, namun justru mengekspor babi ke negara lain, seperti ke Singapura," katanya.

SUmber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Ilmuwan Korsel Kembangkan Vaksin Flu H1N1

DAEJEON, KOMPAS.com - Para pakar Korea Selatan mengatakan, mereka berhasil mengembangkan vaksin manusia untuk melawan influensa A(H1N1) yang dapat digunakan untuk memutus penyebaran penyakit itu. Para peneliti dari Universitas Nasional Chungnam mengatakan mereka telah mengembangbiakkan "virus standar" yang dipasok oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat dan membuat satu material yang tak mengandung racun dan dapat diproduksi massal dengan murah.

Tim peneliti yang diketuai Seo Sang-heui mengatakan vaksin itu dengan nama CNUK-RG A/CA/4xPR/8 (H1N1), dikembangkan pada Jumat, sebelas hari setelah CDC menyediakan sampel virus itu.

Para ilmuwan telah melakukan tes atas sampel sel manusia dan kera. Vaksin yang dikembangkan penuh akan dipasarkan pada September setelah eksperimen klinis rampung.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Agar Payudara Tetap Kencang

KOMPAS.com - Payudara yang tak lagi sekencang waktu masih gadis, memang wajar terjadi. Apalagi usia Anda sudah merambat naik, sehingga payudara pun mulai sedikit turun. Yang terjadi adalah, jaringan pengikat sendi yang menahan payudara mulai mengendur, sehingga payudara Anda sedikit turun. Selain itu kulit tidak lagi kaku, sehingga kelenjar susu mengkerut dan lemak menggantikan kelenjar tersebut. Bentuk dan sistem penundaannya pun berubah.

Tetapi Anda tak perlu khawatir. Untuk urusan wanita, selalu ada cara untuk mencegah atau memperbaikinya. Minimal, mempertahankan bentuk dan kekencangan payudara.

1. Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah bentuk payudara berubah adalah dengan mengatur posisi tidur. Jangan membiasakan diri tidur tengkurap, karena tubuh akan menekan payudara selama berjam-jam di atas kasur. Lebih baik tidurlah telentang atau miring.

2. Oleskan secara teratur kondisioner yang mengandung pelembab, seperti shea butter atau minyak vitamin E, untuk menjaga kekenyalan atau elastisitas kulit payudara. Krim ini akan meresap sempurna ke dalam kulit, membantu memelihara penampilan payudara yang tetap muda. Meskipun kulit Anda sensitif, Anda tetap dapat menggunakannya.

3. Ingin mencoba ramuan yang lain? Campurkan satu sendok teh minyak vitamin E (pecahkan kapsul vitamin E untuk mendapatkannya) dengan satu sendok makan yogurt dan sebutir telur. Gunakan ramuan ini untuk memijat payudara dengan gerakan memutar, lalu kenakan bra selama sekitar 20 menit. Setelah itu, bilas dengan air hangat.

4. Giling satu buah mentimun ukuran besar ke dalam food blender, krim cake berlemak tinggi, dan putih telur (1 butir). Oleskan adonan ini ke payudara, dan biarkan selama 15 menit. Penggunaan produk natural seharusnya tidak memberikan efek samping, namun sebaiknya tidak mengoleskannya jika kulit sedang terluka. Basuh dengan air hangat.

5. Ambil dua ice cube, lalu tempelkan pada payudara dengan gerakan memutar setengah lingkaran. Lakukan sedikitnya 1 menit. Jangan melakukan teknik ini lebih dari 1 menit, atau jika es sudah membuat Anda merasa tidak nyaman. Es akan beraksi sebagai pembentuk jaringan di bawah kulit.

6. Latihan terbaik untuk mengencangkan otot dada adalah push up. Bentangkan yoga mat atau tikar, lalu lakukan 10 kali push up dalam 4 set, sedikitnya 3-4 kali seminggu. Lihat bagaimana perubahannya.

7. Bengkokkan kedua tangan di depan payudara, telapak tangan saling menggenggam seperti sedang berdoa. Kemudian, tekan-tekan kedua telapak tangan. Rasakan bagaimana otot dada akan meregang saat kedua tangan saling menekan. Gerakan ini tidak membutuhkan ruang khusus, Anda bisa melakukannya saat duduk di dalam bus menuju ke kantor.

8. Ambil dua buah dumbbell seberat 1 atau 2 kg. Berbaringlah di lantai, masing-masing tangan menggenggam satu dumbbell. Rentangkan kedua lengan dalam jarak sebahu dengan telapak tangan menghadap ke atas. Angkat kedua lengan ke atas, kedua siku sedikit menekuk, sehingga beratnya memenuhi dada Anda. Kemudian, turunkan lagi kedua lengan ke samping pundak. Ulangi latihan ini 8-12 kali, lalu istirahatlah 1 menit. Lakukan untuk 4 set.

9. Latihan lain yang juga baik untuk mengencangkan payudara adalah berenang. Bila Anda sudah lama meninggalkan hobi Anda ini karena kesibukan di kantor maupun mengurus anak-anak, ayo, segera ikut nyebur ke kolam renang saat mengantar anak-anak.

10. Gunakan bra yang tepat, sesuai bentuk payudara Anda. Kadang-kadang kita salah memilih model bra, sehingga bra tidak mengangkat payudara dan malah membiarkannya menggantung. Sport bra juga boleh Anda pakai jika ukuran payudara Anda tergolong sedang.

Tips menjaga kekencangan payudara
1. Oleskan dan pijat payudara dengan krim sebelum tidur. Jangan lupa mengenakan bra payudara yang nyaman dipakai.

2. Hindari aktivitas seperti membungkuk ke depan, jogging, atau berlari. Hal ini akan membuat payudara menurun. Pastikan Anda duduk dengan tegak.

3. Jangan berharap bahwa semua ramuan atau latihan fisik di atas bisa dilihat hasilnya dalam seminggu. Lakukan secara teratur setiap hari, dan tak usah menghitung hari kapan Anda dapat melihat hasilnya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Kasus DBD di Tegal Mulai Turun

TEGAL, KOMPAS.com - Memasuki bulan Mesi, kasus deman berdarah di Kota Tegal mulai turun. Meskipun demikian, masyarakat harus tetap waspada, karena hujan masih sering turun. Kewaspadaan dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan. Data dari Dinas Kesehatan Kota Tegal, hingga Selasa (19/5), jumlah penderita DBD sebanyak 10 orang. Angka tersebut menurun bila dibandingkan bulan April yang mencapai 36 orang. Pada bulan Maret, jumlah penderita DBD sebanyak 26 orang, dengan jumlah korban meninggal satu orang, sedangkan pada bulan Februari, jumlah penderita DPD sebanyak 27 orang, dengan jumlah korban meninggal dua orang.

Dibandingkan tahun lalu, jumlah penderita DBD pada bulan ini juga lebih sedikit. Pada bulan Mei tahun 2008, jumlah penderita DBD sebanyak 33 orang, bulan April sebanyak 34 orang, bulan Maret sebanyak 24 orang, dan bulan Februari sebanyak 23 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal, Pungky Samhasto mengatakan, secara umum kasus DBD di Tegal sudah mulai membaik. Jumlah penderita juga cenderung menurun.

Meskipun demikian, masyarakat harus terus berperan aktif menjaga kebersihan lingkungan. Pasalnya menurut Pungky, penanganan kasus DBD tidak hanya menjadi tugas pemerintah. Masyarakat juga harus turut serta dalam program pemberantasan sarang nyamuk.



Memilih Pengasapan

Selama ini, masyarakat di Kota Tegal masih cenderung memilih memanfaatkan fasilitas pengasapan dari pemerintah. Padahal, pengasapan hanya dilakukan setelah muncul kasus penderita DBD. Kembai ke peran masyarakat, harap bisa dimulai dari diri sendiri, ujarnya.

Menurut dia, pemerintah berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat dengan sosialisasi. Selain itu, pihaknya juga mengerahkan sekitar 520 petugas pemantau jentik (jumantik), yang tersebar di 27 kelurahan.

Kepala Seksi Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Tegal, Imam Sahadat menambahkan, kewaspadaan terhadap penyakit DBD harus terus ditingkatkan, meskipun puncak penderita DBD diperkirakan sudah terjadi pada bulan April lalu.

Pasalnya, saat ini hujan masih sering turun. Kadang hujan kadang tidak, menyebabkan air tergenang. "Di situ, nyamuk sudah bertelur. Kalau hujan terus malah air bisa mengalir," katanya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Antisipasi Flu H1N1, Pemerintah Bagikan Tamiflu ke Puskesmas

TEGAL, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Tegal akan segera membagikan tamiflu ke puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya kasus flu babi. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal, Pungky Samhasto, Selasa (19/5) mengatakan, pihaknya sudah menerima sekitar 5.000 tamiflu dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, pekan lalu. Tamiflu tersebut akan segera didistribusikan ke puskesmas-puskesmas di Kota Tegal .

Menurut dia, pengadaan tamiflu sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap flu babi. Upaya tersebut untuk mengantisipasi apabila ditemukan masyarakat yang terjangkit virus flu babi. "Obat ini diberikan ke puskesmas untuk kewaspadaan dini terhadap pelayanan unit kesehatan," ujarnya.

Selain tamiflu, Pemkot Tegal juga menyiapkan satu rumah sakit rujukan bagi penderita flu babi, yaitu RSUD Kardinah. RSUD Kardinah merupakan satu di antara 10 rumah sakit rujukan flu babi di Jateng. Kardinah juga menjadi rujukan penderita flu burung, katanya.

Pungky mengatakan, pemerintah akan terus menyosialisasikan flu babi kepada masyarakat. Pihaknya juga bekerja sama dengan dinas kelautan dan pertanian setempat, dalam pengawasan terhadap peredaran daging babi di wilayah tersebut.

Hingga saat ini, tidak ditemukan peternakan babi di wilayah Tegal. Pemotongan daging babi juga terbatas, hanya satu ekor per hari, dan dijual melalui dua pedagang.

Tidak Khawatir

Ia meminta masyarakat untuk tidak khawatir. Pasalnya hingga saat ini, kasus flu babi pada manusia belum masuk ke Indonesia. Meskipun demikian, masyarakat tetap harus waspada, karena Tegal merupakan daerah perlintasan.

Koordinator Kompartemen Peternakan dan Pertanian Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Tegal, Suatmo juga mengimbau peternak dan konsumen babi untuk waspada terhadap virus flu babi.

Menurut dia, jumlah populasi babi di tiga daerah, yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal hanya sekitar 50 ekor. "Meskipun demikian, pemerintah harus memperketat masuknya babi dan turunannya ke wilayah-wilayah tersebut. Justru karena populasinya sed ikit, harus diperketat agar tidak banyak yang masuk," katanya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Musim Pancaroba, Waspada Diare!

18 May 2009

SEMARANG, KOMPAS.com - Penderita diare diprediksi akan terus meningkat selama pergantian musim (musim pancaroba) belum berakhir. Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pelayanan Medis RSUD Kota Semarang, dr. M. Abdul Hakam menanggapi meningkatnya penderita diare yang dirawat di rumah sakit tersebut, Senin.

"Saat pergantian musim, parasit dan kuman yang ada di sekeliling akan semakin berkembang, sehingga rawan menimbulkan penyakit," katanya.

Terlebih lagi, kata dia, apabila faktor kebersihan dan tingkat higienisitas tidak dijaga dengan baik, maka kemungkinan terkena diare akan semakin besar.

Ia mengatakan, sebenarnya kelompok usia yang sangat rawan terkena diare adalah balita. "Sebab, daya tahan tubuh mereka lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa," katanya.

"Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah faktor kebersihan dan tingkat higienisitas, terutama pada balita karena mereka rawan terkena kontak dengan kuman dan parasit," katanya.

Menurut dia, para balita juga tidak mungkin menyadari adanya kuman yang mengintai di setiap sudut tempatnya bermain atau di sekelilingnya, sehingga para orangtua yang harus selalu menyadari dan menjaga.

"Terutama, pada alat makan dan minum untuk balita, seperti botol susu, sebelum digunakan harus disterilkan terlebih dahulu," katanya.

Biasanya, para orangtua sering lupa dan menggunakannya secara berkali-kali tanpa disterilkan terlebih dahulu. "Hal ini yang menyebabkan para balita sangat rentan terkena diare," katanya.

Selain itu, pola hidup yang sehat juga harus selalu dijaga untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit, khususnya yang saat ini patut diwaspadai, yaitu diare, kata dia.

"Namun, bukan berarti orang dewasa tidak bisa terkena diare, sehingga mereka juga harus tetap mewaspadai dengan menjaga kebersihan dan pola hidup sehat," katanya.

Berkaitan dengan jumlah penderita diare yang akan semakin bertambah, ia mengatakan, selama cuaca masih tidak menentu seperti saat ini, kemungkinan penderita diare masih akan bertambah.

Staf Pelayanan Medik RSUD Kota Semarang, Titin Marwanti mengatakan, penderita diare sejak bulan Februari-April terus mengalami peningkatan.

"Jumlah penderita diare pada bulan Februari sebanyak 70 orang, Maret naik menjadi 96 orang, dan semakin meningkat menjadi 158 orang pada bulan April," katanya.

Sementara, kata dia, jumlah pasien pada bulan ini per tanggal 17 Mei 2009 tercatat sebanyak 66 orang. "Sebagian besar pasien penderita diare adalah balita, sekitar 60-70 persen," katanya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

H1N1 pada Babi Kanada = H1N1 yang Menular Sekarang

OTTAWA, KOMPAS.com - Virus flu babi H1N1 yang ditemukan pada babi yang terinfeksi di satu peternakan Kanada sama dengan virus yang menimbulkan penyakit pada manusia di seluruh dunia, demikian konfirmasi beberapa ilmuwan Kanada. Para ilmuwan dari National Center for Foreign Animal Disease (NCFAD), Canadian Food Inspection Agency (CFIA), telah memetakan rangkaian genetika penuh virus yang ditemukan pada babi dari Alberta dan mengkonfirmasi bahwa virus pada babi yang terinfeksi itu sama dengan yang ditemukan pada manusia, kata CFIA dalam siara pers di laman Internetnya, penghujung pekan lalu.

Sebagian dari 2.300 babi di peternakan tersebut didapati terinfeksi virus baru pada awal Mei. Virus itu diduga menular dari seorang pekerja yang baru kembali dari Mexico.

Saat para ilmuwan sedang berusaha menyelidiki virus baru itu, perkembangan tersebut akan membantu para ilmuwan di seluruh dunia untuk lebih memahami virus itu dan dampaknya pada hewan, kata CFIA.

Para peneliti kini memusatkan perhatian pada cara virus flu babi H1N1 mempengaruhi hewan tersebut.

Kendati studi lebih lanjut diperlukan, penelitian awal menunjukkan bahwa hewan yang terinfeksi jatuh sakit dan pulih secara alamiah, sama seperti kondisi mereka jika terpajan (exposed) terhadap virus influensa yang umum ditemukan pada ternak babi di tingkat global, kata lembaga tersebut.

Penelitian yang sedang dilakukan oleh CFIA meneliti apakah hewan lain mudah terserang virus itu atau tidak. Informasi tersebut mungkin dimanfaatkan guna menyaring tindakan pemantauan dan pencegahan penyakit.

Berbagai studi juga sedang dilakukan guna menilai keefektifan vaksin saat ini, dan mengembangkan metode diagnosis yang lebih baik dan lebih cepat.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Jakarta "Perang" Melawan DBD

16 May 2009

JAKARTA,KOMPAS.com-Dinas Kesehatan DKI Jakarta berencana melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) ke sekolah-sekolah, perkantoran, dan tempat umum. Pola tersebut untuk memaksimalkan penanganan pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sehingga bisa lebih menekan angka kasus penyakit tersebut.

"PSN akan lebih efektif jika penanganan dilakukan secara serempak dan bersama-sama. Selain permukiman penduduk, kita tak boleh melupakan sekolah-sekolah, perkantoran, dan tempat umum sebagai tempat nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak," tegas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI, Tini Suryanti, Sabtu (16/5), di Jakarta Pusat.

Menurut Tini, rencana penambahan kegiatan PSN sudah dilaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. "Kami tinggal menunggu persetujuan gubernur. Jika persetujuan itu sudah dikeluarkan, kami langsung melaksakanan rencana PSN itu," jelas Tini.

Pasalnya jika tidak dilakukan secara serempak, ujar Tini, maka PSN tidak akan maksimal. Nyamuk aedes aegypti hanya mampu terbang dengan radius 100 meter dan dengan ketinggian maksimal 20 meter. Nyamuk aedes aegypti ini senang hinggap di tempat-tempat yang lembab. Sedangkan di ruangan yang panas, nyamuk tidak akan bertahan lama dan mati.

"Tidak ada cara lain, mari galakkan PSN secara bersama-sama. Masyarakat juga seharusnya menjadi juru pemantau jentik (jumantik) di rumahnya masing-masing sehingga peredaran nyamuk aedes aegypti dapat ditekan atau dikendalikan," ungkap Tini.

Rawan

Tini mengatakan, sekolah-sekolah, perkantoran, dan tempat umum merupakan lokasi yang rawan peredaran nyamuk yang menjangkitkan DBD. "Di tempat-tempat itu tak boleh dilupakan dan harus segera dilakukan PSN," papar Tini.

Menurut Tini, pentingnya PSN dilaksanakan di ketiga termpat tersebut mengingat selama ini warga yang terserang penyakit DBD umumnya usia produktif antara 5-45 tahun. Biasanya, mereka berada di tempat-tempat tersebut mulai pukul 06.00 - 10.00 dan pukul 16.00 - 18.00 di saat nyamuk tersebut berkeliaran di mana-mana.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit DBD, kata Tini, seluruh pemilik gedung harus turut bertanggungjawab atas peredaran nyamuk aedes aegypti. Jika tidak, pemilik atau pengelola gedung tersebut akan dikenai sanksi.

Seperti tertuang dalam bab VII Pasal 212 (1) dari Perda 6/2007 itu disebutkan setiap pengelola atau pimpinan yang karena kedudukannya bertanggugjawab terhadap kebersihan tatanan, maka harus bertanggungjawab terhadap peredaran nyamuk. Jika di tempat tersebut ditemukan jentik nyamuk DBD, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, atau teguran tertulis yang diikuti dengan penempelan stiker di kantornya. Jika masih melanggar akan dikenakan denda uang minimal sebesar RP 1 juta dan maksimal Rp 50 juta atau kurungan penjara selama 3 bulan.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Jakarta Utara, Zona Merah DBD

15 May 2009

JAKARTA,KOMPAS.com-Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, hingga kini terdapat sebanyak 35 kelurahan zona merah DBD. Jakarta Utara merupakan wilayah dengan kelurahan zona merah DBD terbanyak, yaitu 14 kelurahan seperti Cilincing, Semperbarat, Sempertimur, Kelapagading Barat, Kelapagading Timur, Pegangsaandua, Koja, Rawabadak Selatan, Tuguutara, Pademangantimur, Penjaringan, Pluit, Tanjungpriok, dan Sunteragung.

Di Jakarta Timur terdapat 11 kelurahan zona merah, yakni Kelurahan Cakungbarat, Jatinegara, Penggilingan, Pulogebang, Ciracas, Durensawit, Cipinangmuara, Utankayu Selatan, Kayuputih, Pisangantimur, dan Pulogadung.

Sementara di Jakarta Selatan terdapat tujuh kelurahan yakni, Cilandakbarat, Jagakarsa, Kalibata, Pasarminggu, Pejatenbarat, Pejatentimur, dan Ragunan.

Di Jakarta Barat terdapat dua kelurahan yakni Kelurahan Kebonjeruk dan Kemanggisan. Sedangkan di Jakarta Pusat hanya satu kelurahan yakni Cempakaputih Timur.

Hingga 14 Mei 2009, jumlah penderita DBD tercatat sebanyak 13.860 kasus dengan angka kematian mencapai 28 jiwa. Rinciannya Januari terdapat 3.142 kasus (8 meninggal), Februari 3.107 kasus (7 meninggal), Maret 4.263 kasus (7 meninggal), April 3.044 kasus (5 meninggal), dan bulan Mei 304 kasus (1 meninggal).

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Awas, Laki-laki Tak Bersunat Berisiko Kanker Penis!

JAKARTA, KOMPAS.com — Sunat dikatakan dapat membantu mengurangi risiko seperti penyakit menular seksual. Namun ternyata tak hanya itu. Sunat juga mengurangi risiko terkena kanker penis. Dengan kata lain, para pria yang tidak sunat berisiko terkena kanker penis.

Demikian diungkap Urolog Rumah Sakit Pusat Kanker Dharmais Jakarta Dr Rachmat B Santoso saat dihubungi melalui telepon, Jumat (15/5). “Penyebabnya adalah infeksi kronis pada orang yang tidak cirkumsisi (sunat),” kata Rachmat. Laki-laki yang juga berisiko adalah mereka yang pernah menderita herpes genitalis.

Persoalan utamanya adalah tidak higienisnya alat kelamin laki-laki karena kepalanya tidak terbuka. Kebersihan daerah di bawah kulit depan glans penis tidak terjamin kalau tidak sunat.

Gejala yang dijumpai pada orang yang kena kanker penis adalah adanya luka pada penis, luka terbuka pada penis, dan merasa nyeri pada penis bahkan terjadi pendarahan dari penis. Biasanya ini terjadi pada stadium lanjut. Ciri lain adalah tampak luka yang menyerupai jerawat atau kutil pada penis.

Pengobatan kanker penis bervariasi, tergantung kepada lokasi dan beratnya tumor. Cara pertama adalah penektomi atau pemotongan, bisa sebagian bisa juga total. Rachmat mengilustrasikan, jika panjang penis 10 sentimeter dan yang terkena kanker hanya ujung penisnya maka yang panjang penis yang dipotong 2-3 sentimeter. “Tapi, jika yang kena kanker tiga perempat panjang penis, apa boleh buat penisnya harus dipotong habis,” katanya. Cara yang lain bisa berupa kemoterapi dan terapi penyinaran.

Rachmat mengingatkan, penyakit ini tidak boleh dianggap remeh oleh para lelaki. Menurut alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, kanker penis banyak menyerang usia produktif, 30 tahun sampai 50 tahun.

Meski tidak banyak menyerang pria, dalam setahun hanya ada 2-3 orang yang datang ke RS Dharmais, Anda, para pria harus hati-hati. “Tidak signifikan memang, tetapi sangat mengganggu integritas karena menyangkut kelaki-lakian seseorang,” pungkasnya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

Perbaikan Sistem, Masalah Kesehatan Utama

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Fachmi Idris MD mengatakan masalah kesehatan yang paling utama adalah perbaikan sistem, bukan kekurangan dokter. "Sistem kerja kesehatan kita masih belum tertata, seperti dokter spesial anak yang masih harus meneteskan vaksinasi. Itu kan sudah cukup oleh dokter umum atau bahkan bidan," kata Fachmi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, memang ada kekurangan dokter kalau dilihat dari jumlah penduduk Indonesia. "Kita butuh sekitar 100 ribu dokter, namun yang ada saat ini baru 56 ribu dokter umum," katanya.

Dia juga mengakui bahwa produksi dokter dari universitas yang ada di Indonesia baru sekitar 1.000 orang per tahun.

"Yang penting di sini diperbaiki dulu sistemnya, tentang perbaikan pelayanan, pembiayaan dan hal yang berhubungan dengan mutu kesehatan, bisa diatasi kemudian," ujar Fachmi Idris.

Ketua IDI juga menyoroti tentang banyaknya rumah sakit yang berlomba-lomba memiliki "CT scan" modern, tetapi tidak melihat berapa kebutuhan terhadap alat tersebut.

"Banyak sekarang rumah sakit yang memiliki CT scan, tetapi kebutuhannya tidak sebesar itu, sehingga terjadi pemaksaan pemakaiannya. Apa benar, orang yang pusing di akhir bulan juga harus di-CT scan," kata Indris sambil mengumbar senyumnya.

Selain itu, dia juga menyebut masalah penetapan pendapatan yang harus diterima seorang dokter, sebagai apresiasi dari hasil kerjanya.

"Dokter umum sebagai ujung tombak harus banyak, tetapi harus diperhatikan juga masalah pendapatannya, sehingga mereka nyaman dalam menjalankan tugasnya," kata Fachmi Idris.

Dia menginginkan rasio pendapatan antara dokter umum dengan dokter spesialis itu tidak terlalu jauh.

"Rasio pendapatannya mungkin satu dibanding dua atau paling tidak satu dibanding empat, tidak seperti saat ini sangat jauh," katanya.

Sumber: KOMPAS
Baca Selengkapnya...

 
 
 
 
Copyright © MF Nurhuda Y