30 October 2009
Jakarta, Kompas - Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok melaporkan dugaan adanya suap dalam penghilangan ayat rokok di Undang-Undang Kesehatan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (29/10). Mereka menilai penghilangan pasal tersebut bukan karena kesalahan teknis seperti diakui pihak DPR.
Laporan itu disampaikan langsung kepada unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Kami diterima Pak Jasin (M Jasin, Wakil Ketua KPK) dan dia berjanji akan menindaklanjutinya,” kata Ade Irawan, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), yang tergabung dalam Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (KAKAR). Selain terdiri dari sejumlah aktivis LSM, KAKAR juga beranggotakan sejumlah praktisi dan ahli kesehatan.
Ade mengatakan, ada motif ekonomi dari pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan ayat tersebut. ”Yang paling berkepentingan tentunya industri rokok,” kata dia.
Menurut Ade, KAKAR memiliki bukti-bukti awal tentang keterlibatan orang-orang di DPR. ”Sejauh ini ada tiga orang dari DPR yang kami curigai terlibat,” katanya. Dia menegaskan, ”Ada sejumlah oknum di Departemen Kesehatan dan Komisi IX yang dicurigai dan perlu diselidiki.”
Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Muhammad mengatakan, ada upaya sistematis untuk menghilangkan pasal itu.
”Ini bukan kecelakaan atau bukan sesuatu yang tidak disengaja. Ayat 2 itu adalah ayat penting dalam pasal ini karena memuat definisi zat adiktif. Ini yang membuat kami yakin bahwa ini bukan ketidaksengajaan,” ujarnya.
Ayat (2) Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan berbunyi, zat adiktif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
Ayat yang menegaskan tembakau sebagai zat adiktif tersebut raib setelah pengesahan undang-undang itu pada Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009. Namun, penjelasan mengenai ayat itu masih termuat di dalamnya.
Ayat tersebut, menurut Kartono, akan menghambat pemasaran rokok. ”Itulah alasan kenapa kami menduga ada keterkaitan antara industri rokok dan penghapusan ayat ini melalui beberapa orang di DPR.”
Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Daryatmo, meminta KPK menindaklanjuti laporan tersebut karena kuat dugaan adanya tindak pidana korupsi yang mendukung penghilangan ayat ini.
”Kami berharap KPK dengan segala kewenangannya menindaklanjuti laporan ini dengan bukti-bukti adanya tindak pidana korupsi,” kata dia. (AIK/INE)
Sumber: KOMPAS
My Blog List
Followers
KOMPAS.com
detiknews - detiknews
ANTARA - Berita Terkini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.