JAKARTA, KOMPAS.com — Kegiatan penelitian dan pengembangan metode pengobatan herbal di China berkembang sangat pesat. Karena itu, Indonesia perlu meniru negara "tirai bambu" itu dalam mengembangkan obat-obatan lokal agar bisa menembus pasaran internasional, demikian pakar farmasi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Ernie H Purwaningsih MS di Jakarta.
"Saya kira kita harus belajar dari China dalam hal penelitian dan pengembangan metode pengobatan herbal karena di sana sudah demikian maju," kata Ernie.
Menurut Ernie, pesatnya perkembangan pengobatan herbal di China tidak lepas dari kebijakan pemerintah setempat yang mendorong dibukanya program studi pengobatan tradisional di berbagai lembaga perguruan tinggi.
Para mahasiswa fakultas kedokteran di China sejak mendaftar ke perguruan tinggi diberi pilihan untuk belajar ilmu kedokteran yang berorientasi ke dunia barat terutama Amerika Serikat atau memilih kedokteran dengan spesialisasi pengobatan tradisional China.
Dengan kondisi tersebut, penelitian obat-obatan tradisional China terus berkembang pesat yang berimbas pada membanjirnya berbagai produk obat-obatan herbal asal China ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Adapun di Indonesia, hingga kini baru segelintir PT yang membuka program studi pengobatan herbal seperti Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya.
Universitas Indonesia (UI) rencananya baru akan membuka program studi magister herbal Indonesia tahun ini.
Ernie mengatakan, proposal pembentukan program studi magister herbal Indonesia tersebut masih dikaji oleh Badan Pengkajian Mutu Akademik UI untuk selanjutnya diserahkan kepada Senat Akademik UI.
Jika program studi ini telah terbentuk maka nantinya diharapkan terbentuk kolegium herbal medik, keperawatan herbal, dan estetika herbal yang akan menghasilkan penelitian yang terintegrasi.
Masih menurut Ernie, penelitian pengobatan herbal di Indonesia selama ini belum terintegrasi alias berjalan sendiri-sendiri seperti yang dilakukan Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Gadjah Mada (UGM), Unair, dan juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bahkan Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan melalui Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), dan Kantor Kementerian Ristek juga meneliti soal ini.
"Fokus penelitian selama ini beda-beda, tidak terintegrasi sehingga dananya tersebar ke mana-mana. Akibatnya, kita tidak memiliki data nasional berapa banyak tanaman lokal kita yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit," tutur Ernie yang juga menjabat Ketua Program Studi Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran UI itu.
Ernie mengatakan, jika semua hasil penelitian berbagai instansi tersebut diintegrasikan dan dipublikasikan secara bersamaan maka dunia internasional bisa mengetahui bahwa Indonesia merupakan "surga" tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan.
Ia menyambut baik usaha Dewan Riset Nasional yang menerbitkan buku panduan tentang lima tanaman asli Indonesia yang merupakan primadona sebagai obat yang berkhasiat bagi kesehatan, yakni temulawak, jahe, kencur, sambiloto, pegagan, dan daun sirih.
Selain kelima tanaman itu, katanya, masih terdapat ratusan hingga ribuan jenis tanaman lokal Indonesia lainnya yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara yang memiliki khasiat yang sangat baik untuk menyembuhkan penyakit.
Namun, sebagian besar jenis tanaman tersebut tidak diketahui publik meskipun sudah pernah diteliti para ahli lantaran tidak adanya data base hasil penelitian di bidang pengobatan herbal.
Sumber: KOMPAS
My Blog List
Followers
KOMPAS.com
detiknews - detiknews
ANTARA - Berita Terkini
Indonesia Perlu Tiru China dalam Pengembangan Obat Tradisional
19 May 2009
Label: Kesehatan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.