Ketika saya melakukan perjalanan dari Kupang menuju Pulau Komodo di Labuhanbajo NTT -juga sempat transit di Ende Flores Tengah- saya iseng membaca artikel di majalah yang disediakan maskapai Wings Air yang saya tumpangi. Judulnya: Kebenaran dan Pembenaran.
Di situ diceritakan seorang pemuda desa bersedia membeli mikroskop setelah penjual memperlihatkan fakta bahwa mikroskop mampu melihat detil keindahan serat-serat kelopak bunga dan melihat detil sinar berlian.
Tp pemuda itu kecewa ketika nyampe rumah mikroskop itu dipakai untuk melihat sambal yang biasa dia nikmati sebagai pelengkap setiap sarapan. Pemuda itu melihat ternyata sambal itu penuh dengan cacing sangat kecil yang bergerak di sambal itu. Hingga akhirnya dia marah dan membanting mikroskop tersebut. Dia memilih untuk tetap menikmati sambal tiap kali makan pagi.
Kebenaran ketika dicari, dan yang ditemukan sesuai dengan yang diinginkan maka ia menjadi pembenar. Namun sebaliknya jika kebenaran yang baru didapat tidak sesuai yang diinginkan, ia tidak bisa menjadi pembenar. Malah sebaliknya, si pencari menyalahkan kebenaran baru seperti sikap pemuda itu. Padahal sambal itu suatu saat bisa menjadi penyakit jika dikonsumsi terus.
Seharusnya pemuda itu mendialogkan terlebih dahulu temuan terbarunya agar bisa mengambil sikap yang lebih bijak. Sehingga tidak menghakimi secara sepihak terhadap temuan kebenaran barunya.
Refleksi ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa setiap kebenaran belum dapat dikatakan sungguh-sungguh benar jika ia masih menggunakan perspektifnya sendiri dalam melihat kebenaran. Dia harus mampu membuka diri untuk melakukan dialog agar mampu mengambil sikap secara bijak.
Sekedar coretan singkat untuk mengisi waktu sebelum mendarat di Bandara Komodo, Labuhanbajo NTT.
Baca Selengkapnya...
My Blog List
Followers
KOMPAS.com
detiknews - detiknews
ANTARA - Berita Terkini
Kebenaran dan Pembenaran
Agama Adalah Pemahaman
Pandangan saya, Agama itu pemahaman terhadap aqidah. Pemahaman melahirkan sikap, termasuk tata cara ibadah. Setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda soal aqidah. Pemahaman setiap orang memiliki keterbatasan. Maka beda pemahaman juga akan beda sikap. Mungkin menurut mereka sikapnya sudah benar karena pemahamannya yang terbatas, yang belum tentu menurut kita benar karena keterbatasan pemahaman kita juga.
Demikian juga sebaliknya. So, wajar sih jika banyak kelompok-kelompok yang berbeda dengan yang kita pahami karena memang pemahaman terhadap aqidah itu tidak sama setiap orang. Masalahnya adalah, banyak di antara orang beragama dengan pemahaman yang terbatas tapi mengaku memiliki pemahaman yang paling sempurna sehingga merasa paling benar.
Celakanya lagi, klaim kebenaran yang sepihak itu ditampakkan dalam sikap sehingga seringkali merugikan orang lain bahkan mencelakai. Jalan terbaik adalah, duduk manis mendialogkan pemahaman kita untuk mencari titik temu dan pemahaman baru.
Jika tidak ada titik temu, kita gak boleh dong mengambil sikap memusuhi. Lha wong agama itu pemahaman, kok kita musuhi. Pemahaman dia kan seperti itu. Ya sudah biarkan saja, jangan buru-buru dihakimi. Yang penting dia gak melakukan kekerasan atas nama agama. Kalau sudah melakukan kekerasan ya bukan lagi urusan kita to? Itu sudah menjadi urusan pihak berwajib di negara ini: polisi. Selamat menjadi agamawan yang baik.
Just my oppinion.
Baca Selengkapnya...