Suka Duka Mengelola Logistik Pemantauan

20 March 2007

Waktu semakin dekat, itulah yang selalu dalam pikiran saya menjelang Pemilu Legislatif 2004. Dua puluh hari lagi hajatan demokrasi Indonesia terlaksana, namun logistik JPPR berupa kaos, buku, id card, serta formulir pemantauan, yang akan digunakan relawan untuk memantau belum juga terlihat di Jalan Jeruk Menteng, kantor Sekretariat Nasional JPPR. Tidak hanya masalah itu, alamat pengiriman logistik juga belum semuanya masuk dalam database Seknas JPPR. Terbayangkan olehku “pemandangan” yang buruk bagaimana melakukan pengiriman secara bersamaan dalam volume yang besar dengan alamat yang belum semuanya pasti.

Keesokan harinya datang kiriman perdana dengan menggunakan truk besar memasuki Jalan Jeruk. Ikin dan Teguh, dua office boy seknas menyampaikan berita ini: “mas ada kiriman satu truk untuk seknas JPPR?”, ungkap mereka. “Kiriman apa yang satu truk? Banyak sekali!”. Jawabku setengah penasaran. Akhirnya saya bersama Ikin dan Teguh melihat kiriman tersebut. Alhamdulillah, betapa senangnya saya dan teman-teman karena kiriman yang dimaksudkan adalah kaos dan topi JPPR yang harus segera dihitung dan diteruskan ke koordinator kabupaten. Selang beberapa saat kaos diturunkan menyusul kedatangan truk berikutnya sehingga kami harus mengeluarkan tenaga ekstra guna kelancaran.

Beberapa hari kemudian logistik dengan volume yang lebih besar, sejumlah 150.000 kaos dan topi, datang lagi ke seknas JPPR. Satu karung berisi 250 kaos atau 500 topi. Total di seknas saat itu terdapat 600 karung untuk kaos dan 300 karung untuk topi, suatu jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan kapasitas kantor seknas JPPR, yang hanya mampu menyewa rumah untuk kantor dengan luas bangunan 150 meter persegi, yang terbagi dalam beberapa ruangan kerja. Tetapi karena banyaknya barang, praktis selama rentan waktu hingga H–7 barang tersebut memenuhi seluruh ruangan di seknas, dan hanya menyisakan space sedikit untuk bisa dilewati satu orang sebagai jalan keluar masuk.

Pengiriman logistik ke kabupaten bisa saja langsung dilakukan secara serentak kalau seluruh barang seperti kaos, topi, buku panduan, formulir, ID Card telah tersedia pada saat bersamaan. Tetapi realitasnya logistik datang satu per satu dengan selisih waktu yang cukup lama antara tiga hingga lima hari. Kaos dan topi merupakan atribut resmi relawan JPPR, dan dilengkapi dengan kartu identitas (ID Card) yang nantinya akan dikalungkan di leher. Buku yang dimaksud adalah buku panduan bagi relawan JPPR yang berisi pengetahuan tentang pemilu dan pemantauan. Sedangkan formulir adalah lembar isian bagi relawan, koordinator kecamatan, kabupaten dan propinsi. Formulir dibagi ke dalam lima jenis dari Formulir A hingga E, yang masing-masing berfungsi untuk memantau situasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS, PPS hingga ke propinsi.

Masalah distribusi tidak cukup di situ. Beberapa kabupaten belum memberikan alamat kemana logistik akan dikirim. Kondisi seperti ini sudah pasti menghambat pengiriman logistik ke kabupaten-kabupaten. Beberapa kabupaten memang sedikit memudahkan seknas karena mereka minta dikirim di sekretariat propinsi saja, seperti halnya Grevo Gerung, Koordinator Propinsi Sulawesi Utara, yang meminta pengiriman dipusatkan di Kota Manado. Grevo, yang juga menjadi korprop dari MADIA, akan meneruskan ke kabupaten-kabupaten yang sudah mengkonfirmasi pengiriman logistik melalui sekretariat propinsi. Di Yogyakarta juga relatif mudah karena pengiriman kaos tidak dilakukan oleh seknas tetapi dikirim langsung oleh pihak produsen ke alamat koordinator kabupaten, karena kaos dan topi JPPR saat pemilu 2004 diproduksi di Yogyakarta.

Jauh sebelumnya, saya sebagai penanggung jawab distribusi telah melakukan kerjasama dengan perusahaan jasa pengiriman kilat, baik BUMN maupun swasta. Teknik pengiriman didahulukan ke daerah-daerah terjauh dan tersulit dijangkau yaitu Indonesia Timur seperti Papua, Maluku dan Sulawesi, kemudian Bangka Belitung dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

Sesaat setelah logistik yang diterima seknas sudah mencukupi dan jenisnya lengkap seperti kaos, topi, buku, formulir pemantauan, dan kartu identitas, pengiriman langsung dilakukan ke beberapa daerah yang sudah ada alamatnya. Hal ini dilakukan sesegera mungkin agar logistik dapat diterima oleh koordinator kabupaten, serta menghindari penumpukan dengan jumlah yang sangat banyak di seknas (over capacity). Diantara pekerjaan tersulit dalam memilah logistik adalah penghitungan jumlah formulir yang harus dikirimkan dari formulir A hingga ke formulir E. Formulir harus dihitung satu persatu berdasarkan jumlah relawan, korcam dan korkab. Dikatakan sulit karena suatu pekerjaan yang memerlukan kesabaran dari staf-staf seknas yang terlibat dalam pengiriman distribusi logistik. Siang dan malam hanya digunakan untuk menghitung berapa jumlah relawan dan jumlah formulir yang harus dikirimkan di setiap koordinator kabupaten.

Belum berakhir dengan pemilahan dan pengiriman ke kabupaten-kabupaten, saya dihadapkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kekurangan logistik dari banyak kabupaten yang sudah mendapat kiriman terlebih dahulu dari seknas. Mereka komplain karena kaosnya kurang, topinya kurang, dan seterusnya. Saya terperangah, dan seketika menjadi semakin pusing karena kabupaten yang komplain tidak sedikit. Saya tidak bisa memutuskan secara cepat pekerjaan mana yang didahulukan. Saya telusuri terlebih dahulu kenapa terjadi kekurangan. Padahal sebelumnya sudah dihitung jumlah relawan dan koordinator kecamatannya di setiap kabupaten yang akan dikirim. Saya tanyakan satu persatu kepada mereka yang komplain, berapa jumlah relawan di situ dan berapa jumlah kaos yang diterima.

Setelah dilakukan cross check, ternyata masalahnya terletak pada perbedaan jumlah riil relawan di tingkat kabupaten dengan jumlah relawan hasil mapping nasional JPPR. Seknas mengacu pada jumlah relawan hasil mapping nasional, sedangkan di tingkat kabupaten mendapatkan jumlah relawan berdasarkan informasi dari induk organisasinya di tingkat nasional. Mapping di tingkat nasional menetapkan jumlah rata-rata relawan per kecamatan di setiap kabupaten tanpa melihat jumlah TPS yang ada. Sementara ada beberapa organisasi anggota JPPR yang menentukan sendiri jumlah relawannya di setiap kecamatan sesuai dengan jumlah TPS yang ada.

Mereka tidak bisa disalahkan karena mereka membagi relawannya dari total yang dimiliki secara nasional kemudian dibagi ke kecamatan-kecamatan tempat mereka akan bekerja. Jalan keluarnya adalah melakukan koordinasi lagi ke organisasi-organisasi anggota JPPR untuk meminta jumlah riil masing-masing organisasi di setiap kecamatan tempat mereka bekerja.

Saya dan teman-teman di seknas harus memutar kepala dan pikiran karena semakin dekatnya waktu pelaksanaan. Seolah hampir tidak ada perbedaan lagi antara siang dan malam menyangkut komplain kekurangan logistik, sementara pertanyaan kenapa logistik belum diterima juga terus berdatangan dari beberapa kabupaten. Kami harus selalu stand by dan selalu siap dalam 24 jam. Untungnya di kantor seknas cukup nyaman untuk dijadikan persinggahan sementara oleh seluruh tim yang membantu dalam pengiriman logistik. Tidak jarang beberapa orang tim mengganti bajunya dengan kaos JPPR dengan mengambil begitu saja karena sudah hampir tiga hari tidak ganti baju. Mereka tidak sempat pulang ke rumah hanya untuk sekedar ganti baju. ”Tidak ada baju, baju JPPR pun jadi, tidak ada kasur tidur di atas karung pun jadi”, kilah Tomy salah satu tim distribusi logistik disertai dengan senyum kegembiraan.

“Bagaimana kami mau melakukan pemantauan kalau barang belum kami terima” ungkap salah satu koordinator kabupaten di Kalimantan Tengah melalui telepon di sela-sela waktu istirahat kami. Setelah saya cek data pengiriman ternyata barang sudah ada di kantor sekertariat organisasi mereka. Sang korkab tidak tahu jika logistik sudah tiba karena yang bersangkutan sudah lama tidak ke kantor organisasi tersebut. Banyak juga yang marah-marah karena pengiriman dialamatkan di rumah kediaman mereka yang sangat menganggu karena jumlah dan volumenya di luar dugaan. ”Kalau jumlahnya banyak kirim saja ke sekretariat, jangan ke rumah”, kata salah satu dari mereka di ujung telepon. Ada juga yang marah-marah ke seknas karena ternyata alamat pengiriman dikirimkan ke kantor kerjanya yang kebetulan pegawai negeri sipil. Rekan-rekan sejawatnya merasa kaget karena kantor mereka mendapat kiriman yang banyak. Untunglah mereka mengetahui nama yang dimaksud dalam pengiriman sehingga barang-barang tersebut dapat diamankan dan diserahkan ke koordinator kabupaten JPPR.

Pihak seknas melakukan pengiriman berdasarkan alamat yang diterima dari lembaga masing-masing. Juga dilakukan cross check langsung ke beberapa koordinator untuk memastikan kebenaran alamat yang telah diberikan ke seknas. Namun beberapa diantara mereka meminta perubahan alamat karena faktor kemudahan pengiriman. Beberapa korkab juga tidak memperhitungkan volume pengiriman sehingga mereka terkaget-kaget ketika barang telah di hadapan mereka.

Di Tengah Logistik KPU

Menjelang minggu terakhir pelaksanaan pemilu, perusahaan jasa pengiriman kilat menghubungi seknas memberikan ”kabar buruk” seputar pengiriman logistik pada jam delapan malam. ”Barang-barang semuanya tertahan di bandara, Pak Lukman”, ungkap Fanny, salah satu kurir dari perusahaan tersebut. ”Loh kenapa?”, jawabku. ”Ada surat edaran dari pemerintah kepada seluruh perusahaan pengiriman dan kargo bandara untuk mendahulukan seluruh logistik pemilu dari KPU nasional”, Fanny menjelaskan. ”Lalu kapan barang JPPR bisa terkirim?” tanyaku gelisah. ”Saya agak khawatir pak, mungkin baru bisa terkirim setelah logistik KPU telah habis di gudang kargo bandara”, jelas Fanny. Penasaran dengan penjelasan Fanny, malam itu saya putuskan datang ke terminal kargo bandara ditemani oleh Teguh, salah satu tim distribusi Seknas JPPR. Setiba di sana saya melihat beberapa barang menumpuk termasuk logistik pemilu milik KPU masih bertebaran di sekitar sensor masuk barang menuju pesawat. Juga terlihat mobil box perusahaan pengiriman kilat yang parkir, dan sebagian besar memuat logistik JPPR.

Setelah melihat seluruh proses pemilahan pengiriman di kargo bandara, saya memutuskan pulang ke seknas sekitar pukul 01.30 dini hari. Kita tidak boleh menunggu logistik KPU habis terkirim tapi kita tidak juga ingin mengganggu proses pengiriman logistik KPU yang sangat penting tersebut. Gagal tidaknya pemantauan JPPR sangat tergantung dari logistik yang dikirimkan dari pusat. Hal ini menjadi beban bagiku dan terus mencari jalan keluar dengan masalah yang satu ini. Memang logistik JPPR telah sampai sebagian ke daerah, tetapi masih ada beberapa daerah yang belum juga terkirim karena menunggu konfirmasi alamat pengiriman.

Pagi itu juga saya kontak ke Fanny dan Rainhard, keduanya pegawai perusahaan pengiriman kilat yang bertugas di bandara. Saya meminta menempelkan akreditasi JPPR dan logo pemilu di setiap pengiriman logistik JPPR. ”Tolong tulisan JPPR diperkecil dan menuliskan dengan besar Pemilu 2004, kemudian keluarkan ID Card satu buah agar menempel pada kemasan pengiriman, mungkin ini akan membantu”, mintaku kepada Fanny dan Rainhard. ”Apa yang harus dijelaskan ke pihak kargo seandainya menanyakan barang JPPR”, tanya Fanny kepada saya. ”Bilang saja ini barang untuk membantu Pemilu 2004, lampirkan akreditasinya di bagian kargo”, jelasku. ”Oke pak Lukman kami akan coba mengupayakan hal ini, nanti saya akan kabari lagi”, Rainhard menyambung.

Siang harinya Fanny kembali mengontak saya. Dengan perasaan was-was saya mengangkat telepon dan sembari menunggu kabar apa gerangan yang akan disampaikan. ”Selamat Pak Lukman barang kita bisa terkirim tanpa harus menunggu proses apa-apa. Barang diberangkatkan bersama logistik KPU Nasional dan barang-barang lain yang tidak ada hubungannya dengan pemilu harus ditunda keberangkatannya”, papar Fanny penuh antusias. Mendengar itu semua lega rasanya beban seolah-olah hilang seketika. Tugas telah berkurang satu, tinggal memastikan barang-barang yang terkirim tersebut diterima oleh korkab dengan jumlah di lapangan.

Pengiriman ke Pulau Seribu

Pengiriman distribusi di sekitar Jabotadebek relatif sangat mudah. Koordinator kabupaten dapat saja mengambil langsung dari seknas atau dikirimkan ke alamat tertentu. Namun beberapa koordinator kabupaten/kota yang di Jabodetabek memilih untuk mengambil sendiri dengan kendaraan sendiri untuk memastikan jumlahnya agar sesuai dengan jumlah relawan riil di lapangan.

Bagaimana dengan Kabupaten Kepulauan Seribu? Pengiriman logistik berupa kaos, buku panduan dan formulir telah dikirimkan jauh hari sebelumnya, tinggal ID card yang belum terkirim. Setelah ID card siap untuk dikirimkan ternyata pengiriman ke daerah tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan daerah-daerah sekitar Jabodetabek. Untuk sampai ke Pulau Seribu jika menggunakan jasa kiriman kilat dibutuhkan waktu sekitar 3-4 hari ke salah satu pulau yang menjadi ibukotanya yaitu Pulau Pramuka. Karena pertimbangan waktu pemilihan yang semakin dekat maka seknas berinisiatif mengantarkan langsung dengan datang ke Marina Ancol.

Mendengarkan inisiatif dari Seknas JPPR, pihak jasa pengiriman akan mencoba mengakomodasi inisiatif tersebut. Sebagai bentuk komitmen maka melalui direktur operationalnya, Ahmad Ferwito yang dipanggil akrab dengan panggilan Pak Ito, mengajak seknas untuk mengirimkan bersama dengan menggunakan kapal cepat milik mereka yang dikemudikan langsung oleh Pak Ito.

Pagi itu bersama Fanny dan Pak Ito, saya menuju Pulau Seribu dengan ombak yang lumayan tinggi. Kapal yang dikemudikan Pak Ito, yang juga salah satu pemilik perusahaan jasa tersebut berjalan mulus meskipun kadang-kadang harus membelah ombak. Keragu-raguan sempat menyelimuti perasaanku karena jam kemudi Pak Ito masih relatif sedikit. Namun setelah melihat dan mencermati dia cara mengemudikan serta cara membaca navigasi, keragu-raguan itu hilang dengan sendirinya. Satu jam setengah kami telah melalui ombak dengan sedikit oleng kami berjalan menuju rumah yang dimaksudkan pada alamat pengiriman. Tidak jauh dari dermaga sekitar 3 berjalan kami pun tiba dan secara resmi menyerahkan ID card tersebut kepada koordinator kabupaten.

Memang tidaklah seberapa yang kami kirimkan dibandingkan dengan perjalanan yang harus kami tempuh, tetapi melihat proses dan komitmen bersama antara seknas, pihak distribusi dan koordinator kabupaten menjadikan kerja-kerja yang begitu rumit dapat diselesaikan secara bersama dengan penuh tanggung jawab.[]

Ditulis oleh Lukman Budiman Tajo, dipersiapkan untuk Buku JPPR

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.

 
 
 
 
Copyright © MF Nurhuda Y