SMS dan Harapan

20 March 2007

“Ya Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Pemberi Rizki berilah kami modal untuk mencari rizkimu. Mengapa sangat sulit bagi kami mengais rizkimu? Ngutang tiada yang percaya. Kredit tiada sertifikat jaminan karena semua telah dimusnah bencana. Tuhanku yang tak pernah tidur, ke manapun SMS ini nyasar semoga ada modal.” Rangkaian kalimat itu mirip sebuah do’a. Si pengirim tanpa identitas itu berharap atau mungkin lebih tepat berspekulasi dengan “menyasarkan” SMS (pesan singkat)-nya. “Amin….3X” adalah kata yang paling tepat untuk membalasnya.

Nomor 0274-7837764 adalah saluran telepon 24 jam Program Pendidikan Pemilih/Voter’s Education (VE) JPPR Kabupaten Kulon Progo & Kota Yogyakarta. Siapa pun dan kapan saja dapat menelepon maupun kirim pesan, termasuk seperti yang tersebut di atas. Sebab nomor itu tertera pada puluhan ribu poster & brosur yang ditempel & disebarkan pada masyarakat Kulon Progo & Yogyakarta dalam rangkaian Pilkada tahun 2006. JPPR sengaja mecantumkan nomor telepon itu dengan harapan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses Pilkada. Juga, sebagai media komunikasi secara langsung dan terbuka dengan semua lapisan masyarakat. Serta, sebagai instrumen untuk mengukur dampak program.

Tetapi jangan dikira banyak kiriman pesan singkat yang tidak berhubungan dengan Pilkada. Masih lebih banyak SMS yang relevan seperti, “Daftar Calon Pemilih Sementara banyak yang tak terdaftar dan banyak daftar yang tak ada orangnya. PPS, PPK & KPUD gimana kerjanya?” Ada juga, “Selamat pagi, saya mahasiswa dari Jogja sedang penelitian Pilkada di Kulon Progo. Maaf mau tanya, kalau boleh tahu jadwal kampanye masing-masing Cabup untuk hari ini & besok. Terima kasih sebelumnya.” Ada lagi, “Di TPS dekat rumah, sebagai hiburan disetel radio yang memantau jalannya Pilkada, termasuk komentar para pengamat. Nah yang kurang pas, opini pengamat cenderung menggiring ke salah satu pasangan calon mohon untuk diawasi dan dijaga kenetralan suasana. Trims.” Masih banyak lagi kiriman pesan maupun telepon yang senada dengan SMS tersebut.

Lebih lanjut, pengalaman dengan nomor hot line (siaga) tersebut telah memberikan catatan penting bagi JPPR. Pertama, kenyataan itu cukup menunjukkan begitu besar harapan masyarakat terhadap JPPR dalam proses Pilkada. Bahkan harapan itu bukan sekedar menyangkut proses Pilkada tetapi juga hal-hal mengenai kondisi & keterpurukan dalam menjalani kehidupan seperti tercermin pada SMS paling awal itu. Umumnya, harapan akan berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan. Semakin tinggi harapan semakin tinggi pula tingkat kepercayaan. Bila JPPR dapat mengelola harapan, tentu masyarakat akan menganugerahi kepercayaan. Begitu juga sebaliknya, bila harapan dicampakkan.

Kedua, pengalaman tersebut dapat jadi pijakan untuk pengembangan program. Bayangkan jika JPPR dapat mensosialisasikan sebuah nomor hot line secara lebih luas (massif), mungkin butuh kapasitas kotak pesan yang sangat besar. Juga, butuh operator khusus. Seandainya nomor itu terpampang di setiap spanduk yang terpasang, terdengar di radio, tertera di surat kabar harian, terlihat di televisi bahkan tercantum dalam berbagai produk kampanye semua pasangan calon. Maka JPPR akan begitu dekat dan melekat pada ingatan masyarakat.

Ketiga, eksistensi lembaga dapat diukur dari respon masyarakat melalui pintu komunikasi yang ada. Umpan balik dari masyarakat merupakan evaluasi yang sangat berharga untuk meneguhkan jati diri lembaga yang bergerak secara langsung dalam kehidupan masyarakat. Bukankah produk-produk komersil yang kredibel selalu mencantumkan nomor call centre/hotline bagi konsumennya? Bebas pulsa lagi. Untuk apa saluran bebas pulsa itu diberikan, kalau bukan untuk memperoleh umpan balik dan menghilangkan jarak antara produsen dengan konsumen.

Bagaimana dengan JPPR? Lembaga yang ditopang oleh puluhan organisasi yang melebur dalam sebuah konsorsium ini memiliki potensi dahsyat. Sentuhan managerial yang rapi & terpadu akan membuat jaringan yang bekerja untuk seluruh wilayah NKRI ini dapat meledakkan potensinya secara aktual sekaligus massif. Rapi sangat dekat dengan kedisipilinan. Terpadu sangat dekat dengan kecanggihan koordinasi. Wujud keduanya akan nampak dalam pengelolaan program dan bagaimana mempertanggungjawabkan di hadapan publik.

Selain sisi managerial, perlu terobosan baru yaitu mencoba cara-cara yang bukan konvensional. Sehingga memicu dinamika dan kekayaan pengalaman untuk menumbuhkan pengetahuan dan pengembangan lebih lanjut. Terobosan baru biasanya lahir dari perkawinan antara kreatifitas dengan keberanian. Keduanya dapat bertahan bila direkatkan oleh ideologi yang jadi pijakan kebersamaan. Ideologi yang berbasis pengetahuan dan kesepahaman dalam pengalaman bersama dapat menjadi spiritualitas gerakan. Basis ideologi ini meniscayakan sikap terbuka untuk saling memberi & melengkapi antar unsur yang beragam. Apakah sikap & perilaku para penggerak (aktifis) JPPR telah mencerminkan dari sebuah bangunan yang dilandasi oleh ideologi bersama? Sejauhmana ideologi itu merasuk dalam hati & pikiran sehingga menjadi energi gerakan? Inilah aspek-aspek fundamental untuk membangun harapan baru sekaligus monumental. Tentu tidak datang dari SMS nyasar.[]

Ditulis oleh M Amir Nashiruddin, dipersiapkan untuk Buku JPPR

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.

 
 
 
 
Copyright © MF Nurhuda Y