Pendidikan Pemilih JPPR Dituduh Kampanye Calon Bupati

07 March 2007

Haji Shodiq (64) sedikit kaget ketika suatu hari didatangi oleh Perangkat Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka ditemani oleh dua orang pemuda yang belakangan diketahui sebagai tim sukses pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Pekalongan nomor urut 2. Mereka datang mengaku sebagai perwakilan warga masyarakat Desa Wonoyoso untuk meminta penjelasan tentang kegiatan anak menantunya, Masruri, yang terlihat membagi-bagikan gambar pasangan calon bupati nomor urut 1 kepada para petani yang sedang bekerja di sawah.

Anak menantu Haji Shodiq, yang mempunyai nama lengkap A Masruri Hadi Atmaja ini, adalah Koordinator JPPR Kabupaten Pekalongan pada masa pilkada langsung 2006. Masruri sedang berada di Jakarta sehingga bapak mertuanya yang menjelaskan duduk permasalahannya karena tahu secara pasti kegiatan anak menantunya. Sebagai bagian dari program pendidikan pemilih, Masruri mengajak diskusi dengan paguyuban petani di persawahan karena ia mengaku kesulitan untuk mengumpulkan mereka di salah satu rumah penduduk atau di ruang pertemuan desa.

Di tengah sawah itu Masruri membagikan tabloid terbitan PP Lakpesdam NU yang salah satunya menampilkan profil kedua pasangan calon bupati dan wakil bupati. Masruri kemudian menjelaskan tentang pentingnya pilkada dan partisipasi masyarakat dalam pilkada. Ia juga tidak lupa menjelaskan profil dari calon-calon bupati yang akan bertarung memperebutkan kursi tertinggi di Kabupaten Pekalongan. Diskusi pun berlangsung dengan gayeng (hangat) sehingga tidak disadari memakan waktu hampir satu setengah jam, padahal hanya sekitar 15 orang petani yang berkumpul di situ. Berbagai pertanyaan pun terlontar dari para petani, yang hampir semuanya mengenakan seragam khas petani, lusuh dan kotor karena lumpur sawah.

Masruri, yang ditunjuk sebagai korkab oleh Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Islam Negeri (PPSDM UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, mengajak kepada para petani untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara bersama-sama. Sesekali dia memberikan penjelasan lebih mendalam jika diskusinya sudah mulai ngelantur (tidak terarah). Diskusi di persawahan yang dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2006 ini mendapatkan perhatian dari warga masyarakat yang melihatnya, karena bertepatan dengan masa kampanye. Bahkan ada warga yang mencurigainya sebagai bentuk kampanye salah satu calon bupati.

"Mereka mengira saya melakukan kampanye dengan membagi-bagikan gambar calon bupati nomor urut 1 dan juga membagikan uang, sehingga mereka mencurigai saya", tutur anak muda NU yang juga mantan aktivis PMII Pekalongan ini. Ternyata ada warga yang mengamati dari jauh dan melaporkan peristiwa ini kepada perangkat dan pemuda desa dengan tuduhan membagikan gambar nomor 1 dan uang untuk mempengaruhi pemilih. Keesokan harinya rumah Masruri didatangi oleh perangkat desa dan dua orang pemuda untuk mengklarifikasi dengan nada tuduhan aktivitas Masruri di persawahan.

Mengingat Masruri tidak berada di tempat, bapak mertua pun menjelaskan tujuan yang dilakukan anak menantunya, bahwa yang dilakukan Masruri adalah pendidikan pemilih. Masruri sedang mengemban tugasnya sebagai Koordinator JPPR Kabupaten Pekalongan untuk melakukan pendidikan pemilih. JPPR berada pada posisi netral dalam pilkada, sehingga tidak mungkin Masruri melakukan kampanye dengan membagi-bagikan gambar salah satu pasangan calon dan uang kepada masyarakat, demikian penjelasan sang bapak.

Sang bapak pun menunjukkan contoh tabloid kepada perangkat desa dan dua pemuda tersebut, karena di rumah masih ada tumpukan tabloid yang belum dibagikan kepada pemilih. “Ini lho, koran yang dibagikan di sawah”, kata sang bapak sambil menyodorkan tabloid kepada tamunya. Tabloid ini adalah Panggung Pemilu terbitan PP Lakpesdam NU yang tebalnya delapan halaman. Tabloid memuat: hasil Focus Group Discussion (FGD) tentang pembangunan di Kabupaten Pekalongan; profil kedua pasangan kandidat bupati dan wakil bupati Pekalongan; dan artikel-artikel yang mengupas secara mendalam tentang pilkada langsung. Profil kandidat yang ditampilkan cukup mendalam karena mengetengahkan visi dan misi dari para kandidat serta janji-janji mereka jika terpilih menjadi bupati dan wakil bupati, termasuk foto seluruh kandidat.

Rupanya perangkat desa dan dua pemuda tersebut tidak puas dengan penjelasan sang bapak. Malam harinya Masruri mendapatkan berita yang cukup menghebohkan ini setelah dirinya ditelepon oleh istrinya. Sang korkab pun menjelaskan kepada bapak mertuanya melalui telepon tentang seluruh proses dan latar belakang kegiatannya di sawah. Menurut Masruri penting untuk dijelaskan karena jika suatu ketika ada lagi warga yang meminta penjelasan sebelum ia balik dari Jakarta, sehingga dapat dijawab oleh bapak mertuanya.

Malam itu juga kebetulan ada istighosah (salah satu tradisi berdo'a bersama) di Masjid Jami' Wonoyoso. Usai istighosah, warga yang tadinya tidak puas dengan jawaban Haji Shodiq, meminta mertua Masruri ini untuk memberikan penjelasan kepada seluruh masyarakat tentang aktivitas menantunya di persawahan. Melalui pengeras suara yang didengarkan hampir seluruh masyarakat di desa tersebut, Haji Shodiq menjelaskan kegiatan Masruri serta maksud dan tujuannya. Pertanyaan-pertanyaan pun dilontarkan beberapa warga.

Beberapa pertanyaan yang muncul di masjid adalah kenapa dilakukan di sawah, dan kenapa dilakukan pada masa kampanye. Masyarakat juga memandang bahwa kegiatan Masruri di persawahan sifatnya ilegal karena tidak meminta ijin ke balai desa. Haji Shodiq menjawab dengan lihai: “Anak saya melakukan ini untuk pendidikan pemilih, dia memilih di sawah karena sebelumnya sudah menghubungi Ketua Paguyuban Petani”, kata sang bapak. “Ketua paguyuban bilang jika masa tandur (masa tanam) seperti ini semua petani berada di sawah, malam harinya mereka sudah istirahat karena lelah”, lanjut Haji Shodiq.

Masa kampanye menjelang pilkada langsung di Kabupaten Pekalongan saat itu memang secara kebetulan bersamaan dengan masa tandur. Ketika Masruri menghubungi Ketua Paguyuban Petani, dia menyarankan Masruri untuk mengadakan kegiatan di sawah, sehingga akan bertemu dengan banyak petani. Soal tuduhan ilegal, Haji Shodiq menjawab jika kegiatan Masruri sudah mendapatkan ijin dari Ketua KPUD yang ditunjukkan dengan akreditasi, sehingga kegiatan Masruri legal secara hukum, demikian penjelasan Haji Shodiq.

Setelah dilakukan tanya jawab yang cukup panjang disertai dengan bukti tabloid yang dibagikan kepada para petani, akhirnya masyarakat dapat memahaminya, semuanya pun lega. Haji Shodiq juga berjanji akan memberikan bukti foto dan rekaman video kegiatan di persawahan itu setelah Masruri pulang dari Jakarta.

Hampir 90 persen warga di Desa Wonoyoso, bahkan dapat dikatakan 100 persen merupakan pendukung setia pasangan calon nomor 2 yang diusung PKB. Dapat dimaklumi karena calon bupati nomor urut ini 2 lahir dan dibesarkan di Desa Wonoyoso. Ayahnya adalah kyai berpengaruh di desa ini sekaligus menjadi pemimpin di Masjid Jami' Wonoyoso yang ikut menjadi saksi dialog antara masyarakat dengan mertua Masruri. Sehingga masyarakat sangat peka dan sensitif terhadap kegiatan-kegiatan yang "mencurigakan". "Mereka ingin pasangan nomor dua menang mutlak di desa ini", tutur Masruri.

Dua hari kemudian Masruri pulang dan langsung menuju balai desa untuk menjelaskan duduk permasalahannya, bahkan dia membawa surat resmi JPPR yang isinya meminta ijin seluruh kegiatan pendidikan pemilih dan pemantauan JPPR di Desa Wonoyoso. Masruri juga meminta ijin kepala desa agar dapat merekrut beberapa pemuda sebagai relawan JPPR.

Menurut Masruri, hikmahnya sangat besar dengan peristiwa tersebut. Para pemuda yang tadinya memprotes kegiatan Masruri berbalik 180 derajat menjadi tertarik dengan JPPR. Beberapa di antara mereka ada juga yang mendaftar sebagai relawan JPPR. Masruri pun memilih mereka yang masih netral, karena JPPR tidak memperkenankan tim sukses masuk di dalamnya. Ketertarikan masyarakat terhadap JPPR terlihat semakin nyata pada pukul 13.00 WIB setelah pemungutan suara 21 Mei 2006. "Mereka berdatangan ke rumah mertua saya untuk menemui saya. Mereka menanyakan hasil quick count JPPR, karena waktu itu kita bikin quick count", papar Masruri. Ada juga yang menanyakan temuan-temuan JPPR, bahkan ada yang melaporkan pelanggaran yang mereka temukan. "JPPR menjadi lebih dikenal", kenang Masruri.[]

Ditulis oleh MF Nurhuda Y, dipersiapkan untuk Buku JPPR

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.

 
 
 
 
Copyright © MF Nurhuda Y