19 Juni 2005 merupakan hari terakhir masa tenang menjelang Pilkada Bupati di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Tidak terlihat lagi atribut calon bupati peserta pilkada, karena sesuai aturan –setelah masa kampanye tidak diperbolehkan terpasang atribut seluruh peserta pilkada. Mad Dusi, salah seorang relawan JPPR dari Lakpesdam di Desa Melingkat Kecamatan Kayan Hilir bekerja untuk memantau suasana masa tenang selama tiga hari yang dimulai pada 17 Juni 2006. Dua hari pertama masa tenang tidak ditemukan kejadian-kejadian yang berpotensi pelanggaran, tetapi pada hari terakhir sang relawan mendapatkan laporan pelanggaran money politics yang dilakukan oleh salah satu tim sukses dengan membagi-bagikan uang kepada beberapa dusun sebanyak Rp. 5.000.000,- dengan pesan agar suara pemilih di beberapa dusun tersebut diarahkan kepada pasangan calon bupati tertentu.
Mad Dusi sadar bahwa itu adalah tugasnya maka dia mencatat rincian kejadian tersebut, berapa jumlah yang didapatkan masing-masing dusun, siapa yang menerima dan siapa yang memberikan, kapan kejadiannya, di mana dan siapa saksinya. Sebagaimana tugas pemantauan, ia hanya dapat melaporkan hasil temuannya kepada panitia pengawas setempat dan JPPR di tingkat yang lebih atas, yaitu Koordinator Kecamatan Kayan Hilir. Usai membuat laporan ia bekerja kembali di lapangan. Pada hari H pemungutan suara, 20 Juni 2005, sang relawan melihat ada pelanggaran dalam bentuk pencoblosan kartu suara yang dilakukan oleh aparat desa di salah satu bilik TPS. Jumlah kartu suara yang dicoblos sebanyak 68 suara untuk salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati, kemudian ada 31 kartu suara lagi yang dibawa ke rumah aparat tersebut untuk dicoblos. Satu lagi kejadian yang membuat Mad Dusi "geregetan" adalah ada anggota KPPS yang menunggui di kamar bilik suara dan mengarahkan beberapa pemilih untuk memilih calon bupati tertentu. Ketika salah satu anggota kepolisian bermaksud memeriksa kamar bilik suara tersebut, ketua KPPS mengusirnya.
Melihat kejadian yang beruntun di atas, sang relawan merasa kurang nyaman jika hanya menyusun laporan pelanggaran. Ia tidak mau tinggal diam. Mad Dusi kemudian menelepon Sutoyo, Koordinator Kabupaten Sintang yang juga dari Lakpesdam untuk menceritakan kejadian-kejadian di lapangan. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sang koordinator kabupaten berinisiatif menjemput Mad Dusi usai pemungutan suara, kemudian diajak ke ibukota kabupaten yang jaraknya kurang lebih 80 km dari Desa Melingkat. Tengah malam tiba di Ibukota Kabupaten Sintang, sang relawan menceritakan keadaan yang sesungguhnya kepada koordinator kabupaten, kemudian mereka membahas upaya-upaya yang harus dilakukan agar JPPR dapat berperan lebih untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Untuk menindaklanjuti kasus di atas perlu dilakukan pembuktian, tetapi Mad Dusi tidak membawa bukti-bukti sehingga Sutoyo sebagai korkab memutuskan untuk menilik lebih jauh kebenaran pelanggaran tersebut di lapangan. Korkab menggandeng beberapa elemen masyarakat seperti aktivis LSM untuk mendapatkan dukungan. Mereka menghubungi kepolisian Kecamatan Kayan Hilir dan menggandeng pers Metro Kapuas untuk melakukan pengusutan lebih lanjut. Bak gayung bersambut, terbentuklah tim pencari fakta yang merupakan gabungan dari JPPR Sintang, Kepolisian Sektor Kayan Hilir dan Pers Sintang, Metro Kapuas.
Tim ini tujuannya mencari bukti-bukti dugaan pelanggaran dari laporan Mad Dusi, relawan JPPR. Mereka melakukan perjalanan dari satu dusun ke dusun lain yang jaraknya rata-rata 4 km, baik melalui perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor maupun perjalanan sungai dengan speedboat. Mereka juga melakukan perjalanan ke Dusun Nanga Neran dan Dusun Sungai Getak, keduanya terletak di Desa Sungai Buaya, karena di desa ini juga ada laporan politik uang dari relawan JPPR.
Tujuan mereka hanya satu, mendapatkan bukti-bukti atas dugaan pelanggaran pilkada. Dari hasil pencarian fakta mereka tidak mendapatkan bukti material misalnya berupa uang yang diterima untuk mempengaruhi pemilih, tetapi mereka ada pengakuan dari pihak-pihak yang menerima, salah satunya adalah pengakuan salah satu kepala dusun di Desa Melingkat dan pengakuan dari beberapa warga yang menerimanya. Pengakuan ini direkam dalam video CD yang sudah disiapkan oleh tim gabungan.
Perjalanan tidak mulus karena teror berdatangan, bahkan ketika melakukan perjalanan pulang dari Desa Melingkat, tim gabungan yang melibatkan polisi ini dihadang oleh beberapa anggota masyarakat dengan kibaran-kibaran mandau (senjata khas Kalimantan). Mereka menghadang dan meminta supaya JPPR tidak memperpanjang kasus ini apalagi sampai panwas kabupaten. Tim memberikan jawaban secara profesional, jika kasus ini benar maka akan ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum, demikian sebaliknya jika tidak benar maka batal demi hukum.
Setelah mendapatkan fakta lapangan dalam bentuk pengakuan dari pihak-pihak yang tersangkut kasus politik uang, JPPR merilis melalui media dan dimuat di koran lokal Metro Kapuas dan Kapuas Pos, bahwa JPPR meminta kepada instansi terkait untuk menindaklanjuti kasus ini. JPPR juga menyampaikan hasil rekaman video CD kepada panita pengawas kabupaten sebagai bukti. Paska dimuatnya berita ini di koran, simpati berdatangan dari berbagai elemen masyarakat, tetapi pada saat yang sama teror dan intimidasi juga tidak kalah gencarnya. Menurut Sutoyo, Koordinator Kabupaten Sintang, ada kelompok-kelompok masyarakat yang sengaja mencari sekretariat JPPR, beberapa di antara mereka juga mengirim SMS dan telepon supaya publikasi JPPR atas kasus tersebut dicabut. Bahkan Sutoyo mengaku didatangi oleh beberapa orang yang meminta mencabut pernyataannya dalam waktu satu minggu.
Merasa kurang aman dengan berbagai tekanan di atas, koordinator kabupaten dan beberapa pengurus inti JPPR memutuskan untuk “mengungsi” selama tiga hari ke Nanga Pinoh, Ibukota Kabupaten Melawi yang jaraknya kurang lebih 70 km dari Ibukota Kabupaten Sintang. Mereka menginap di rumah beberapa aktivis di sana sambil melihat perkembangan di Kabupaten Sintang. Setelah dirasa tidak ada lagi teror meneror, mereka memutuskan untuk pulang dan memantau kasus tersebut, hingga kemudian didapatkan informasi bahwa perkembangan kasus yang diajukan JPPR tidak ada kepastian tindak lanjutnya. Hasil pilkada sendiri dimenangkan oleh pasangan Milton Krosbi dan Jarot Winarno yang diusung oleh Partai Damai Sejahtera dan Partai Pelopor, sedangkan kelompok yang terindikasi melakukan pelanggaran di Desa Melingkat dan Sungai Buaya suaranya secara keseluruhan tidak dapat menandingi pemenang pilkada.[]
Ditulis oleh MF Nurhuda Y, dan dipersiapkan untuk Buku JPPR
Mad Dusi sadar bahwa itu adalah tugasnya maka dia mencatat rincian kejadian tersebut, berapa jumlah yang didapatkan masing-masing dusun, siapa yang menerima dan siapa yang memberikan, kapan kejadiannya, di mana dan siapa saksinya. Sebagaimana tugas pemantauan, ia hanya dapat melaporkan hasil temuannya kepada panitia pengawas setempat dan JPPR di tingkat yang lebih atas, yaitu Koordinator Kecamatan Kayan Hilir. Usai membuat laporan ia bekerja kembali di lapangan. Pada hari H pemungutan suara, 20 Juni 2005, sang relawan melihat ada pelanggaran dalam bentuk pencoblosan kartu suara yang dilakukan oleh aparat desa di salah satu bilik TPS. Jumlah kartu suara yang dicoblos sebanyak 68 suara untuk salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati, kemudian ada 31 kartu suara lagi yang dibawa ke rumah aparat tersebut untuk dicoblos. Satu lagi kejadian yang membuat Mad Dusi "geregetan" adalah ada anggota KPPS yang menunggui di kamar bilik suara dan mengarahkan beberapa pemilih untuk memilih calon bupati tertentu. Ketika salah satu anggota kepolisian bermaksud memeriksa kamar bilik suara tersebut, ketua KPPS mengusirnya.
Melihat kejadian yang beruntun di atas, sang relawan merasa kurang nyaman jika hanya menyusun laporan pelanggaran. Ia tidak mau tinggal diam. Mad Dusi kemudian menelepon Sutoyo, Koordinator Kabupaten Sintang yang juga dari Lakpesdam untuk menceritakan kejadian-kejadian di lapangan. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sang koordinator kabupaten berinisiatif menjemput Mad Dusi usai pemungutan suara, kemudian diajak ke ibukota kabupaten yang jaraknya kurang lebih 80 km dari Desa Melingkat. Tengah malam tiba di Ibukota Kabupaten Sintang, sang relawan menceritakan keadaan yang sesungguhnya kepada koordinator kabupaten, kemudian mereka membahas upaya-upaya yang harus dilakukan agar JPPR dapat berperan lebih untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Untuk menindaklanjuti kasus di atas perlu dilakukan pembuktian, tetapi Mad Dusi tidak membawa bukti-bukti sehingga Sutoyo sebagai korkab memutuskan untuk menilik lebih jauh kebenaran pelanggaran tersebut di lapangan. Korkab menggandeng beberapa elemen masyarakat seperti aktivis LSM untuk mendapatkan dukungan. Mereka menghubungi kepolisian Kecamatan Kayan Hilir dan menggandeng pers Metro Kapuas untuk melakukan pengusutan lebih lanjut. Bak gayung bersambut, terbentuklah tim pencari fakta yang merupakan gabungan dari JPPR Sintang, Kepolisian Sektor Kayan Hilir dan Pers Sintang, Metro Kapuas.
Tim ini tujuannya mencari bukti-bukti dugaan pelanggaran dari laporan Mad Dusi, relawan JPPR. Mereka melakukan perjalanan dari satu dusun ke dusun lain yang jaraknya rata-rata 4 km, baik melalui perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor maupun perjalanan sungai dengan speedboat. Mereka juga melakukan perjalanan ke Dusun Nanga Neran dan Dusun Sungai Getak, keduanya terletak di Desa Sungai Buaya, karena di desa ini juga ada laporan politik uang dari relawan JPPR.
Tujuan mereka hanya satu, mendapatkan bukti-bukti atas dugaan pelanggaran pilkada. Dari hasil pencarian fakta mereka tidak mendapatkan bukti material misalnya berupa uang yang diterima untuk mempengaruhi pemilih, tetapi mereka ada pengakuan dari pihak-pihak yang menerima, salah satunya adalah pengakuan salah satu kepala dusun di Desa Melingkat dan pengakuan dari beberapa warga yang menerimanya. Pengakuan ini direkam dalam video CD yang sudah disiapkan oleh tim gabungan.
Perjalanan tidak mulus karena teror berdatangan, bahkan ketika melakukan perjalanan pulang dari Desa Melingkat, tim gabungan yang melibatkan polisi ini dihadang oleh beberapa anggota masyarakat dengan kibaran-kibaran mandau (senjata khas Kalimantan). Mereka menghadang dan meminta supaya JPPR tidak memperpanjang kasus ini apalagi sampai panwas kabupaten. Tim memberikan jawaban secara profesional, jika kasus ini benar maka akan ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum, demikian sebaliknya jika tidak benar maka batal demi hukum.
Setelah mendapatkan fakta lapangan dalam bentuk pengakuan dari pihak-pihak yang tersangkut kasus politik uang, JPPR merilis melalui media dan dimuat di koran lokal Metro Kapuas dan Kapuas Pos, bahwa JPPR meminta kepada instansi terkait untuk menindaklanjuti kasus ini. JPPR juga menyampaikan hasil rekaman video CD kepada panita pengawas kabupaten sebagai bukti. Paska dimuatnya berita ini di koran, simpati berdatangan dari berbagai elemen masyarakat, tetapi pada saat yang sama teror dan intimidasi juga tidak kalah gencarnya. Menurut Sutoyo, Koordinator Kabupaten Sintang, ada kelompok-kelompok masyarakat yang sengaja mencari sekretariat JPPR, beberapa di antara mereka juga mengirim SMS dan telepon supaya publikasi JPPR atas kasus tersebut dicabut. Bahkan Sutoyo mengaku didatangi oleh beberapa orang yang meminta mencabut pernyataannya dalam waktu satu minggu.
Merasa kurang aman dengan berbagai tekanan di atas, koordinator kabupaten dan beberapa pengurus inti JPPR memutuskan untuk “mengungsi” selama tiga hari ke Nanga Pinoh, Ibukota Kabupaten Melawi yang jaraknya kurang lebih 70 km dari Ibukota Kabupaten Sintang. Mereka menginap di rumah beberapa aktivis di sana sambil melihat perkembangan di Kabupaten Sintang. Setelah dirasa tidak ada lagi teror meneror, mereka memutuskan untuk pulang dan memantau kasus tersebut, hingga kemudian didapatkan informasi bahwa perkembangan kasus yang diajukan JPPR tidak ada kepastian tindak lanjutnya. Hasil pilkada sendiri dimenangkan oleh pasangan Milton Krosbi dan Jarot Winarno yang diusung oleh Partai Damai Sejahtera dan Partai Pelopor, sedangkan kelompok yang terindikasi melakukan pelanggaran di Desa Melingkat dan Sungai Buaya suaranya secara keseluruhan tidak dapat menandingi pemenang pilkada.[]
Ditulis oleh MF Nurhuda Y, dan dipersiapkan untuk Buku JPPR
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya...
Untuk berkomentar, ketik di sini, nanti akan kami moderasi komentar Anda.